jpnn.com, JAKARTA - Kepemimpinan Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid dianggap contoh umara yang amanah dan dipercaya rakyat. Sebagaimana diungkapkan Wasekjen GP Ansor, Karuniana Dianta Sebayang, dalam diskusi di Haul Kesepuluh Gus Dur, Jakarta Pusat, Sabtu (4/1).
Karuniana Dianta Sebayang, mengatakan dalam sejarah masa kini, Gus Dur merupakan sosok pembela pluralisme yang tidak ada di negeri lainnya.
BACA JUGA: 10 Rekomendasi dari Haul ke-10 Gus Dur
Gus Dur merupakan anak dari keluarga ningrat dan berdarah biru. Sebagai cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan anak pendiri bangsa, dia bisa menjalani hidup tanpa pusing memikirkan orang lain.
"Dia tidak memikirkan dirinya sendiri. Bagaimana dia melihat orang-orang termajinalkan. Gus Dur pada saat jadi presiden, yang unik adalah walaupun cuma dua tahun, orang percaya pada kepemimpinan Gus Dur," kata Dianta dalam diskusi bertajuk 'Pemuda Bhineka Merawat Indonesia'.
BACA JUGA: Ayo Ikut Lomba Foto Gus Dur, Ini Syaratnya
Sebagai doktor dan akademisi bidang ekonomi, Dianta mencontohkan mengapa bisa menilai bahwa masyarakat dan dunia percaya pada kepemimpinan Gus Dur.
"Pertama, satu dolar saja bisa turun sampai Rp 6 ribu - Rp 7 ribu. Menjaga trust orang terhadap uang itu susah," kata dia.
BACA JUGA: Saran Putri Gus Dur soal Polemik Pernyataan Agnez Mo
Lalu, penyerapan pajak pada era Gus Dur sangat tinggi. "Kalau sekarang itu 80 persen, kalau zaman Gus Dur 150 persen. Dari target seratus persen, malah lebih. Kok bisa? Saya telusuri, ternyata memang perusahaan-perusahaan itu percaya," terang dia.
Selain itu, kepercayaan rakyat membayar pajak karena masyarakat yakin uangnya akan digunakan Gus Dur untuk pembangunan yang merata. Menurut dia, masyarakat percaya Gus Dur tidak akan pilih kasih.
"Makanya dulu banyak organisasi-organisasi pemuda yang dipromosikan," lanjut Dianta.
Sekretaris Jenderal GP NasDem Mohammad Haerul Amri mengatakan, menghidupkan kembali nilai-nilai yang sudah diperjuangkan Gus Dur sangat dibutuhkan oleh generasi muda bangsa.
"Gus Dur adalah figur bapak bangsa yang konsisten antara ucapan dan tindakan. Konsistensi itu beliau wujudkan dengan pembelaannya terhadap kaum minoritas, perjuangan kemanusiaan, keadilan, persaudaraan, dan kesetaraan. Kami sebagai pemuda harus menghidupkan kembali nilai-nilai yang sudah diperjuangkan oleh Gus Dur," tutur Haerul.
Menurut Haerul, gelombang informasi saat ini sangatlah deras. Namun tidak semua memiliki nilai positif. Bahkan banyak informasi yang melunturkan rasa kebinekaan Indonesia.
"Ujaran kebencian dan hoaks begitu mengalir setiap saat. Di sini Iah pemuda harus mengambil peran untuk merawat keberagaman kita seperti yang pernah dilakukan Gus Dur," jelas Haerul.
Dalam kesempatan sama, Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto, kemudian menggambarkan bagaimana sosok Gus Dur merupakan seorang intelektual yang sangat membebaskan masyarakat Indonesia membaca buku apa pun. Pria yang akrab disapa Cak Nanto ini menilai semua buku dibaca oleh Gus Dur.
"Jadi kalau sekarang masih ada yang bakar-bakar buku intelektual, agak aneh. Kita pernah punya sosok yang membebaskan membaca apapun. Ini menjadi sejarah terbentuknya toleransi. Kalau kita dibatasi, maka tidak akan pernah terbuka, apalagi pikiran kita," ujar Cak Nanto. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga