Gus Jazil Ajak PPI Jadikan Indonesia Kiblat Peradaban Islam Dunia

Sabtu, 26 Desember 2020 – 18:00 WIB
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid. Foto: Humas MPR.

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengajak Perhimpunan Pelajar Islam (PPI) se-Dunia menjadikan Indonesia sebagai kiblat peradaban Islam dunia.

Gus Jazil, panggilan akrabnya menjelaskan, dunia Islam saat ini dihadapkan pada tantangan besar, terutama mengejar ketertinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BACA JUGA: Pesan Menyentuh dan Bijaksana dari Gus Jazil di Momen Hari Ibu

Dia pun mengajak seluruh pelajar Indonesia di luar negeri yang tergabung PPI se-Dunia, terutama mahasiswa Islam dapat kembali menguatkan spirit Islam untuk berhadapan dengan tantangan kekinian.

"Kepada adik-adik PPI Dunia terutama yang Islam, saya mengajak untuk dapat memberikan yang terbaik kepada Indonesia, mencintai dan menjadikan Indonesia sebagai pusat peradaban Islam dunia," kata Gus Jazil dalam sambutannya saat webinar dengan PPI Dunia Kawasan Timur Tengah dan Afrika bertema "Islam dan Moralitas", Jumat (25/12) malam.

BACA JUGA: Gus Jazil Dorong Peran Aktif Banser DKI Jaga Stabilitas Ibu Kota

Gus jazil optimistis sebanyak 13.000 mahasiswa anggota PPI Dunia Kawasan Timur Tengah dan Afrika yang sekarang belajar di luar negeri, ketika nanti pulang ke Indonesia dapat menjadikan negaranya sebagai pusat peradaban Islam.

Sebab, Indonesia adalah negara yang penduduknya mayoritas Islam. Juga dengan menggunakan moralitas Islam.

BACA JUGA: Ini Cara PPI Lindungi Calon Mahasiswa yang Ingin Kuliah di Luar Negeri

Belum lagi PPI Dunia yang berada di benua lain.

PPI Dunia saat ini memiliki anggota sebanyak 60 PPI negara.

Tersebar pada tiga kawasan yaitu Amerika-Eropa (28 PPI Negara), Timur Tengah-Afrika (18 PPI Negara), dan Asia-Oseania (14 PPI Negara).

Berdasar data Pusdatin PPI Dunia 2020, jumlah pelajar Indonesia yang tersebar di seluruh dunia sebanyak 75.509 mahasiswa.

"Saya yakin seyakin-yakinnya Indonesia akan bisa menjadi kiblat Islam dunia," kata ketua Ikatan Keluarga Alumni Institut Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (IKA PTIQ) Jakarta ini.

Menurutnya, untuk mewujudkan hal itu dibutuhkan banyak prasyarat. 

Selain iptek, juga pengaruh politik dan lainnya.

Gus Jazil yang juga santri sekaligus politikus itu mengingatkan PPI bahwa politik juga membutuhkan spirit dan kepedulian semua.

Supaya apa yang menjadi cita-cita dan moralitas Islam dapat tercapai dengan baik.

"Indonesia dengan politik luar negeri yang bebas aktif, dapat mewujudkan cita-cita ikut membangun ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial," katanya.

Gus Jazil mengatakan niat utama dari semua mimpi itu adalah tauhid, kasih sayang, dan kemanusiaan.

"Tentu kita semua berorientasi kepada manfaat, memberikan yang terbaik kepada yang lain, itulah yang menjadi moralitas Islam," urainya.

Menurutnya, Islam pernah mengalami fase kemajuan pada 650 -1250.

Hal itu ditandai sangat luasnya kekuasaan, ilmu dan sains, yang mengalami kemajuan dan penyatuan antarwilayah Islam.

Namun pada 1250–1500, kata dia, Islam mengalami kemunduran.

Hal itu ditandai dengan kekuasaan Islam terpecah-pecah, dan menjadi kerajaan-kerajaan yang terpisah-pisah. "Dan Eropa mengalami kejayaan," tegasnya.

Menurut dia, dunia saat itu dihadapkan bahwa di barat sana ditemukan iptek atau yang disebut dengan Revolusi Industri. Jargonnya adalah Das Kapital atau kapitalisme dan materialisme.

"Ini sesungguhnya menjadi berhala-berhala buat kita dari sisi negatifnya. Jadi kita berhadapan dengan berhala-berhala kapitalisme, liberalisme, materialisme, yang di mana orientasinya adalah uang," paparnya.

Gus Jazil menegaskan bahwa Islam tidak melarang umatnya memiliki uang. "Namun, orientasi kita adalah spiritual," tegasnya.

Nah, Gus Jazil pun berujar, hal inilah yang menjadi tantangan umat Islam hari ini.

"Bagaimana semua bisa mengejar ketertinggalan terutama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi," tuturnya.

Menurutnya, perkembangan teknologi persenjataan, keuangan, maupun teknologi informasi, dunia Islam sangat ketinggalan dari Barat. "Kita hanya menjadi konsumen dari setiap perkembangan kemajuan," ungkapnya.

Karena itu, Gus Jazil berharap 13.000 mahasiswa di kawasan Timur Tengah dan Afrila ketika pulang ke Indonesia bisa melakukan perubahan terhadap negaranya dan dunia.

"Kita mengenal dan belajar Islam sejak kecil. Indonesia negara mayoritas Islam, termasuk Republik Indonesia dan perlu saya ingatkan bahwa berdirinya NKRI tak lepas dari peran dan perjuangan para pemimpin Islam di kala itu," tuturnya.

Dia mengakui Islam datang ke Indonesia bersumber dari Timur Tengah. Begitu pula agama Samawi lainnya. Menurutnya, risalah Islam yang diajarkan Rasulullah Muhammad SAW adalah untuk meyempurnakan akhlak. "Namun, Rasul dengan tema penyempurnaan akhlak itu tidak hanya menjangkau Arab Saudi, tetapi nanti sampai Persia," katanya.

Menurutnya, ketika Rasul masih hidup, niat dalam hal moralitas agama Islam itu adalah tauhid. Jadi, ia menegaskan, niat apa pun yang dilakukan Islam adalah Laailahaillallah. Tidak ada Tuhan selain Allah.

"Makanya semua yang masuk Islam harus syahadat. Setiap perilaku tergantung niatnya. Jadi Rasul membangun peradaban atau dakwah Islam adalah kalimat Laailahaillallah," katanya.

Ketika hadirnya Islam di tanah suci, lanju Gus Jazil, kata Laailahaillaallah dapat menyinggung dan mengusik masyarakat sekitar Makkah yang kala itu mayoritas masih menyembah berhala.

"Kelompok Islam ketika itu adalah minoritas. Kala itu bukan hanya Islamophobia, tetapi Islam memang diperangi. Dalam sejarah Islam, Rasul 35 kali memipin perang. Sekarang tidak ada perang," katanya.

Dia menjelaskan bahwa dari Arab yang gersang, dibangun moralitas tauhid yang menyebar ke seluruh dunia.

"Dari agama menjadi peradaban, bukan hanya spiritualitas yang akhirnya mengalahkan Romawi dan Persia," katanya. 

Gus Jazil melanjutkan dengan kalimat tauhid, hari ini fenomena tentang Islam jumlahnya lebih besar daripada ketika Islam pada masa Rasulullah.

Gus Jazil menambahkan berdasar catatan survei internasional, pemeluk Islam dunia mencapai 1,9 miliar. Sementara di Indonesia ada 229 juta pemeluk Islam.

Jumlah ini mencapai 87,2 persen dari total populasi tanah air. Sekitar 13 persen dari total populasi Muslim di seluruh dunia.

"Itu lebih besar jauh daripada ketika zaman Rasulullah," katanya.

Menurutnya, pesan atau misi utama dari moralitas Islam di Alquran adalah visi moralitas ketuhanan, dan keadilan. "Jadi moralitas Islam itu harus memberikan sumbangan untuk kemanusiaan," ungkapnya.

Dia menambahkan banyak sekali di dalam Alquran, terkait hal memuliakan kemanusiaan dan menyalahkan praktik yang menyimpang dari kemanusiaan.

Menurutnya, Alquran juga sangat membenci ketidakadilan dan kezaliman.

"Ini yang menjadi musuh Islam meskipun kezaliman dan ketidakadilan itu bisa juga dilakukan oleh orang Islam sendiri. Makanya di dalam Alquran banyak anjuran supaya kita menegakkan moralitas yang baik," ungkapnya.

Gus Jazil menyitir pesan Imam Abu Hanifah bahwa ciri keislaman yang baik adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat.

"Jadi orientasi Islam adalah memberikan manfaat kepada diri sendiri atau orang lain," katanya.

Jadi, ujar Gus Jazil, kalau semua mampu meninggalkan sesuatu yang sia-sia sesungguhnya sedang menjalankan moralitas Islam.

"Dan hal terpenting dari moralitas adalah niat. Kalau istilah sekarang visi misi," katanya. (*/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler