Sosialisasi 4 Pilar di Pesantren Al Istiqlal

Gus Jazil: Santri Berperan Penting Dalam Perjuangan Bangsa

Rabu, 02 September 2020 – 23:10 WIB
Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid melakukan silaturahmi ke Pondok Pesantren Al Istiqlal, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tanggal 2 September 2020. Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, CIANJUR - Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid melakukan silaturahmi ke Pondok Pesantren Al Istiqlal, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tanggal 2 September 2020.

Kehadiran Jazilul Fawaid ke pesantren salafiyah itu dalam rangka Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau yang lebih popular disebut dengan 4 Pilar MPR.

BACA JUGA: Syarief Hasan: MPR RI Akan Terus Hadir Sebagai Perekat Kebangsaan

Kehadiran Jazilul Fawaid yang didampingi oleh anggota MPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), disambut langsung oleh Pimpinan Pondok Pesantren Al Istiqlal, KH. Ade Abdullah.

Di hadapan ratusan santri, saat memberi sosialisasi, Jazilul Fawaid menuturkan dirinya merasa terhormat bisa hadir di pesantren itu. Kehadirannya di pesantren yang berada di tepi jalan itu untuk melaksanakan amanah UU MD3, yakni melakukan Sosialisasi 4 Pilar MPR. “Empat Pilar merupakan pengikat bangsa,” ujarnya.

BACA JUGA: Pustaka Akademika di Untirta Dukung Lahirnya UU Tentang MPR

Kehadiran di tengah para santri dan pesantren yang ada, mengingatkan dirinya saat nyantri dahulu. Kepada mereka, pria yang akrab dipanggil Gus Jazil itu mengungkapkan bahwa santri, kiai, dan ulama mempunyai peran yang penting dalam sejarah perjuangan bangsa. “NKRI merdeka juga berkat perjuangan para santri, kiai, dan ulama,” ujarnya.

Gus Jazil menjelaskan pertempuran di Surabaya yang terjadi pada tahun 1945 hingga terjadinya Hari Pahlawan merupakan berkat perjuangan para santri, kiai, dan ulama.

Dari sinilah dirinya berharap agar para santri menjadi pengawal 4 Pilar agar Indonesia makin kuat.

Sebagai kelompok masyarakat yang mempunyai peran penting dalam sejarah perjuangan bangsa, pria asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu ingin agar kehidupan para santri dan pesantren makin membaik.

Menurutnya, berdasarkan UU Pesantren, lembaga pendidikan yang berdiri sejak Indonesia belum merdeka itu mempunyai tujuan yang mulia. Tujuan itu disebutkan sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran, lembaga dakwah, serta sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat.

Dia mengakui dari tujuan yang ada, di antaranya belum tercapai. “Masih banyak pesantren yang belum mampu menjadi lembaga yang memberdayakan masyarakat,” ungkapnya.

Hal demikian bisa terjadi sebab para santri dan pesantren masih belum memiliki akses untuk mendapat alokasi anggaran negara.

“Pesantren belum diikutkan dalam program pemberdayaan masyarakat,” tuturnya.

Pria yang akrab dipanggil Gus Jazil itu berharap agar santri dan pesantren mempunyai akses untuk pengembangan diri agar mereka bisa lebih berkembang. “Sehingga santri bisa menjadi pengusaha, salah satu contohnya,” paparnya.

Menurut Jazilul Fawaid, negara ini merdeka mempunyai tujuan melindungi segenap seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi.

Berdasarkan fakta yang ada, di banyak daerah masih terjadi kemiskinan dan kesenjangan sosial. Di daerah pertanian yang subur, petani pun disebut belum sejahtera. Ia ingin pemerintah terus untuk memeratakan pembangunan agar tercipta kemakmuran.

“Tak ada manfaatnya bila penanaman ideologi tanpa dibarengi dengan kemakmuran,” ujarnya. Diharapkan dari pembangunan yang ada bisa membangun kesejahteraan dan kemakmuran yang merata.

“Pembangunan dilakukan agar kekayaan tak berputar pada satu kelompok,” ujarnya. Di Cianjur dirinya berharap agar nasib petani didorong lebih baik.

“Bila petani makmur maka negara ini akan maju,” tegasnya.

Sebagai politikus PKB, Jazilul Fawaid merasa bangga sebab dirinya ikut mendorong lahirnya UU Pesantren dan UU Desa. Dua undang-undang tersebut membuat adanya jaminan dan bantuan yang perlu diberikan kepada pesantren dan desa.

“Dengan adanya UU Desa maka setiap desa sekarang mendapat anggaran dari APBN,” tuturnya. “Pun demikian dengan adanya UU Pesantren membuat lembaga pendidikan ini wajib untuk dibantu,” tambahnya.

Koordinator Nasional Nusantara Mengaji itu mengatakan ada antropolog yang mengklasifikasi masyarakat Indonesia menjadi tiga, yakni santri, priyayi, dan abangan. Dipaparkan, dulu yang menjadi bupati dan pejabat negara adalah dari kaum priyayi. Sedang kaum santri dikatakan sebagai kelompok yang mampu mandiri.

“Yang memiliki usaha batik, rokok, dan usaha lainnya adalah dari kelompok santri,” ujarnya. Sedang kaum abangan menurutnya mayoritas adalah kaum petani.

Ketika era reformasi, menurut Jazilul Fawaid, kaum santri memiliki peluang menjadi apa saja sehingga ada santri yang menjadi Presiden, gubernur, bupati, wali kota, dan jabatan penting lainnya. “Santri sudah banyak menempati pos-pos penting,” tambahnya.

Dari sinilah dirinya mengajak kembali agar kaum santri terus mengawal 4 Pilar.(jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler