jpnn.com, YOGYAKARTA - Perwakilan Tiga Tungku yakni para Pemuda Papua, Maluku, NTT menggelar Dialog Kebangsaan bersama Gus Miftah di Pondok Pesantren Ora Aji Yogyakarta, baru-baru ini.
Dalam momen tersebut, Gus Miftah bercerita tentang rasa syukur karena tinggal di lingkungan yang mayoritas katholik.
BACA JUGA: Gus Miftah Raih Gelar Sarjana, Isi Skripsinya Sentil Sejumlah Pihak
"Beli tanah untuk Pondok Pesantren Ora Aji dari seorang Pendeta," kata Gus Miftah melalui keterangan pers yang diterima JPNN.com, baru-baru ini.
Ustaz nyentrik itu mengaku dilahirkan di tengah kemajemukan perbedaan dan pluralisme.
BACA JUGA: Gus Miftah Ungkap Ada Artis yang Jadi Mualaf Tetapi Masih Sembunyikan Identitasnya
Bahkan banyak sahabatnya berasal dari kalangan pendeta, pastor dan pemuka agama yang berbeda.
Cerita Gus Miftah ini secara tersirat menyampaikan bahwa tidak ada perbedaan antara ras atau agama satu dengan lainnya.
BACA JUGA: Cerita Gus Miftah Islamkan Bule, Ada yang karena Suka Wajahnya
"Tidak ada sekat persaudaraan dengan Saudara Papua, Maluku dan NTT," ujarnya.
Menurutnya kemajemukan Indonesia ini seharusnya membuka mata tentang persepsi saling menghargai dan menghormati di Indonesia.
Khususnya, wilayah yang Gus Miftah tempati, yakni Yogyakarta.
Dia menyampaikan ideologi Indonesia, Pancasila sudah tepat menggambarkan nilai-nilai tersebut.
Oleh karena itu, Gus Miftah membuat aksi yang diberi nama 'Gerakan Moderasi'.
"Berbangsa dan beragama yang happy, asyik dan menyenangkan," tuturnya.
Di sisi lain, Perwakilan mahasiswa Papua, Bung Ino mengatakan warga Yogyakarta diharapkan tidak terpengaruh stigma buruk tentang masyarakat Indonesia Timur.
Ada harapan penegakan hukum di Yogyakarta adil untuk semua pihak tanpa diskriminasi, khususnya untuk warga Indonesia Timur.
"Jangan menilai masyarakat Indonesia Timur yang tinggal di Yogyakarta itu sama semua dengan kelakuan oknum-oknum anak Timur yang tidak bertanggung jawab," ujar Bung Ino. (mcr31/jpnn)
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Romaida Uswatun Hasanah