Gus Mis: Masjid Rumah Tuhan, Bukan Rumah Politik

Jumat, 24 Maret 2017 – 19:32 WIB
Masjid pasang spanduk tolak salatkan jenazah pendukung penista agama. Foto: Whatsapp Group

jpnn.com, JAKARTA - Pilkada DKI 2017 memperlihatkan bagaimana masjid dimanfaatkan secara masif untuk kepentingan politik. Fenomena ini membuat resah sejumlah cendikiawan muslim.

Intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) Zuhairi Miswari mengatakan, Islam yang rahmatan lil alamin dalam ujian berat jika masjid terus dijadikan sebagai tempat untuk berpolitik.

BACA JUGA: Kunjungi Warga Sakit di Koja, Ahok Tak Singgung Pilkada

"Politisasi masjid menjadi batu sandungan bagi Islam rahmatan lil alamin," kata pria yang akrab disapa Gus Mis dalam diskusi bertajuk "Menjaga Momentum Islam Rahmatan Lil Alamin di Jakarta" yang digelar di Media Center Badja, Jl Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (24/3).

Zuhairi menyayangkan ada pendukung pasangan calon gubernur yang memanfaatkan masjid-masjid di Jakarta sebagai tempat untuk berpolitik (berkampanye).

BACA JUGA: Pengamat Pendidikan Kritik Undangan Ahok

"Masjid itu rumah Tuhan, bukan rumah politik," katanya.

Jika masjid terus dijadikan sarana untuk berpolitik, Zuhairi khawatir Indonesia nantinya mirip Mesir. Pemerintah di negeri itu tidak mampu menghentikan politisasi masjid yang dilakukan kelompok radikal, sehingga muncul konflik politik berkepanjangan.

BACA JUGA: Undangan Curhat dengan Ahok Beredar di Guru Honorer DKI

Dikatakannya, Islam yang rahmatan lil alamin terbukti telah memperkukuh nilai-nilai kebangsaan. Namun, tambahnya, nilai-nilai positif itu tergerus oleh kelompok intoleran yang mencoba memaksakan kehendak untuk menerapkan syariah Islam.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Majelis Pusataka PP MUhammadiyah Ahmad Najib mengatakan bahwa dikotomi pihak yang mengaku muslim dan mereka yang dianggap kafir kini semakin tajam terjadi di Jakarta.

"Opini pun dikembangkan sedemikian rupa seolah-olah mereka yang memilih Ahok dianggap musuh Islam."

Najib berpendapat kini muncul gerakan anti-intelektualisme di kalangan umat Islam, khususnya berkaitan dengan Pilkada DKI.

"Ini bukan persoalan etika, tapi ada orang-orang yang memang tidak mau belajar tentang Islam yang benar dan merasa dirinya paling benar," ujarnya.

Taufiq Damas mengingatkan Islam itu agama yang menjunjung keadilan dan rahmat bagi semua orang tanpa membeda-bedakan. Tapi, kenyataannya sekarang di saat Jakarta menggelar Pilkada, banyak orang radikal menggunakan ayat-ayat Alquran untuk mengancam mereka yang tidak sepaham.

Taufiq menengarai ada yang salah dengan pendidikan di sekolah-sekolah. "Ini menjadi tanggung jawab negara untuk mengoreksi. Ayat Al-Maidah itu tidak ada hubungannya dengan Pilkada. Tapi salah tafsir atas ayat itu terus disuarakan," katanya. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penderita Strok Menangis saat Ahok Tanya soal Naik Haji


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler