Habib Rizieq Divonis 4 Tahun Penjara, Chandra Bereaksi, Begini Kalimatnya

Kamis, 24 Juni 2021 – 15:32 WIB
Ketua LBH Pelita Umat sekaligus Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan angkat bicara merespons vonis 4 tahun penjara untuk Habib Rizieq Shihab pada perkara hasil swab Covid-19 di RS Ummi Kota Bogor.

Habib Rizieq divonis bersalah dengan tuduhan berbohong dan melanggar Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

BACA JUGA: Tok Tok Tok, Habib Rizieq Divonis 4 Tahun Penjara pada Perkara RS Ummi

Pasal tersebut berbunyi; "Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun."

Dalam pendapat hukumnya, Chandra menyebut pernyataan tentang kondisi kesehatan Habib Rizieq yang menyatakan dalam keadaan sudah pulih atau sehat bukan merupakan perbuatan tercela sehingga bukan perbuatan melawan hukum.

BACA JUGA: Ini Lho Briptu Selly Gabriella yang Ditugaskan sebagai Pasukan Perdamaian PBB

Ucapan tersebut menurut dia, termasuk bagian dalam pikiran. Sebab, Habib Rizieq merasakan sudah sehat. Penilaian atas kesehatan diri sendiri itu disebutnya wajar sebagaimana penilaian pada umumnya ketika seseorang yang merasakan sudah pulih dari rasa sakitnya.

"Dengan mengacu pada asas “cogitationis poenam nemo patitur” (tidak seorang pun dipidana atas yang ada dalam pikirannya), maka pernyataan sehat Habib Rizieq bukanlah delik," kata Chandra Purna Irawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/6).

BACA JUGA: Detik-detik Perampok Bersenjata Api Menggasak Uang Ratusan Juta dan Emas, Suparno Terluka

Berikutnya, Chandra menyebut pasal yang dikenakan terhadap eks imam besar FPI tersebut bersifat karet, lentur dan tidak memuat definisi pasti yang ketat soal berita atau pemberitahuan bohong dan keonaran di kalangan rakyat.

"Semestinya harus didefinisikan secara konkret dan memiliki batasan yang jelas. Apabila tidak maka dikhawatirkan bersifat karet/lentur, tidak bisa diukur, dan penerapannya dikhawatirkan berpotensi sewenang-wenang dalam menafsirkan," ucapnya.

Ketua BPH KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia) itu juga menyatakan, hingga kini tidak ada peraturan perundang-undangan yang memberikan batasan dan mendefinisikan apa yang dimaksud 'berita atau pemberitahuan bohong dan 'keonaran di kalangan rakyat'.

Selain itu, lanjut dia, frasa 'keonaran di kalangan rakyat' pun hingga saat ini tidak ada definisi dan batasan yang jelas. Apakah keonaran dimaksud memiliki makna yang sama dengan populer, viral, ramai diperbincangkan, terjadi benturan fisik, kekacauan, atau kerusuhan.

"Tidak ada batasan 'keonaran di kalangan rakyat', dikhawatirkan dan berpotensi menjadikan aparat penegak hukum dapat dengan secara subjektif dan sewenang-wenang menentukan status suatu kondisinya," pungkas Chandra. (fat/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler