jpnn.com, JAKARTA - Pasar kerja di masa depan diprediksi akan semakin fleksibel. Untuk itu, seluruh stakeholder ketenagakerjaan dituntut untuk merubah paradigma dalam menatap isu ketenagakerjaan.
Sebagai contoh, paradigma tenaga kerja tidak boleh lagi terpaku pada status kerja tetap. Namun, paradigma yang ditanamkan tenaga kerja saat ini dan di masa depan adalah kemampuan untuk tetap bisa bekerja.
BACA JUGA: BLK Kemnaker Siap Dukung Pelaku Bisnis dan Investor di Indonesia melalui Pelatihan Vokasi
"Nah ke depan, menurut saya yang seperti itu (paradima kerja tetap) sudah semakin berat karena pangsa pasarnya sudah semakin fleksibel. Sehingga kita harus switch paradigmanya, dari kerja tetap jadi tetap kerja," kata Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakiri saat menjadi narasumber Indonesia Development Forum (IDF) 2019 di JCC Senayan, Jakarta, pada hari Selasa (23/7).:
BACA JUGA : Dua Nama Petinggi Gerindra Berpeluang jadi Menteri, Fadli Zon?
BACA JUGA: Kemnaker Terima Hibah Tanah BLK dari Pemkab Banyuwangi
Selain itu, Hanif menilai paradigma pemerintah dalam melindungi tenaga kerja pun harus diubah.
Regulasi dan kebijakan yang dibuat pemerintah tidak lagi melindungi status pekerjaan. Namun, memastikan masyarakat memiliki kemampuan untuk tetap bekerja.
BACA JUGA: Kemnaker Ajak LPKS Tingkatkan Kualitas Pelatihan Kerja
Adapun, upaya yang harus dilakukan pemerintah agar masyarakat memiliki kemampuan untuk tetap kerja adalah memastikan setiap warga memiliki self defence capacity.
"Untuk membuat orang tetap kerja, dia harus punya skill yang adaptive, pemerintah punya pasar kerja yang aktif, informasi pasar kerja yang bagus, pertemuan supply and demand dan sebagainya," terang Hanif.
Bentuk dari self defence capacity tersebut, jelas Hanif, adalah keterampilan yang dapat berubah dan beradaptasi dengan cepat sesuai dengan kebutuhan zaman.
"Kuncinya adalah skill yang terus berkembang dan jaminan sosial untuk semua orang,” jelasnya.
BACA JUGA : PA 212 Tidak Undang Amien Rais di Ijtimak Ulama IV, Begini Alasannya
Selain perubahan paradigma, Hanif menyebut pasar kerja yang fleksibel harus dihadapi dengan perubahan ekosistem ketenagakerjaan, dari ekosistem yang rigid/kaku menjadi ekosistem yang dinamis dan fleksibel.
Dia mencontohkan, saat ini Indonesia telah memiliki SDM berkualitas. Namun, dari sisi jumlah masih sedikit dan dari sisi persebaran belum merata.
"Lebih dari 80% pekerja skill kita tersebar di Jawa, Sumatera, dan Bali. Itu artinya yang pertama kali kita perbaiki ekosistem kita. Dari yang rigid kaya kanebo kering kita transform menjadi fleksibel," ujarnya.
Senada dengan Menaker, CEO Sintesa Group, Shinta Widjaja Kamdani, menyebut perlunya peran dunia usaha dalam menghadapi fleksibilitas pasar kerja di masa depan. Dunia usaha harus terlibat dalam menyiapkan SDM yang memiliki keterampilan fleksibel.
"Tentu kita harus memperhatikan program-program yang bisa mengembangkan skill dan keterampilan tenaga kerja. Karena yang dibutuhkan adalah competitiveness," kata Shinta.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, menambahkan, pembangunan ketenagakerjaan di masa depan membutuhkan partisipasi dari semua pemangku kepentingan. Karena di era demokrasi, siapapun dapat memberikan sumbangsih solusi guna pembangunan negeri.
"Sekarang pembangunan itu multi stakeholder. Siapapun bisa berpartisipasi, pemerintah justru harus responsif dan memfasilitasi," paparnya. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menaker Terjunkan Tim Pengawas Ketenagakerjaan ke Pabrik Korek Api yang Terbakar
Redaktur & Reporter : Natalia