jpnn.com, CIREBON - Sebanyak 447 siswa SMP yang tersebar di 40 kecamatan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, tidak bisa membaca dan menulis.
Kondisi ini, kata Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Cirebon Aceng Sudarman, menunjukkan bobroknya kualitas pendidikan di Kabupaten Cirebon.
BACA JUGA: Rencana Kunker ke Batam, Wali Kota Ini Dikritik Warganya
“Ini sangat aneh. Yang namanya SMP itu jenjang kedua setelah SD. Lantas, kenapa di tingkat SMP siswa justru tidak bisa membaca,” ujar Aceng kepada Radar Cirebon (Jawa Pos Group).
Dia mengaku masih tidak percaya dengan data yang dibeberkan Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon. Tapi, jika memang benar kondisi di lapangan seperti itu, maka 40 UPT Pendidikan yang ada di semua kecamatan, layak dibubarkan.
BACA JUGA: Tujuh Anggota Geng Motor Pembunuh dan Pemerkosa Pasangan Kekasih Dituntut Mati
Sebab, fungsi pengawas pendidikan SD di tingkat UPT itu dua sampai tiga orang. “Mereka harus bertanggung jawab, termasuk 900 kepala SD. Karena telah meluluskan siswa yang tidak bisa membaca dan menulis. Logikanya, kalau mereka tidak bisa membaca, otomatis tidak bisa mengisi soal ujian sekolah,” jelasnya.
Dia juga mempertanyakan kepada panitia penerima Peserta Didik Baru (PPDB) SMP, kenapa mereka yang tidak bisa membaca bisa lolos dan duduk di bangku SMP. “Apa gaji guru itu kurang? Padahal sudah ada sertifikasi guru,” paparnya.
BACA JUGA: Dua Anak Polisi Tergilas Truk TNI, Sopir Angkot Diminta Menyerahkan Diri
Ditambahkan Aceng, untuk mencari solusi ini, perlu dibahas lebih lanjut dengan duduk bersama antara Dinas Pendidikan, Dewan Pendidikan dan DPRD.
“Kita kupas dan pecahkan masalahnya. Jujur ini preseden buruk bagi Kabupaten Cirebon, ketika ada siswa SMP sebanyak 447 tidak bisa membaca,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon H Mustofa SH menyampaikan, buruknya kualitas pendidikan di Kabupaten Cirebon ini diindikasikan saat penerimaan peserta didik baru ada titip-menitip. Sehingga, kemampuan siswa tidak diketahui.
“Hadueehh, ini pasti imbas titip-menitip, sehingga memberikan dampak buruk. Apalagi, jumlahnya sampai 447 siswa tidak bisa membaca, ini kan memalukan dan menjadi tamparan keras Pemerintah Kabupaten Cirebon,” tutur Mustofa.
Padahal, lanjut pria yang akrab disapa Jimus itu, pendidikan itu merupakan ukuran penilaian IPM di dalam pemerintahan. Karena itu, yang menjadi pertanyaan, ke mana saja kontrol Dinas Pendidikan selama ini?
“Ini akan menjadi bahan evaluasi kami terhadap kinerja Disdik, termasuk penerimaan peserta didik baru yang akan dibuka pertengahan tahun 2017,” jelasnya.
Selama ini, porsi anggaran APBD Kabupaten Cirebon untuk Dinas Pendidikan paling besar dibandingkan OPD lainnya.
“Tapi, porsi anggaran tersebut lebih banyak untuk belanja pegawainya dibandingkan program. Kalau pegawai otomatis guru dan harusnya bisa menjadi stimulus dalam memberikan pendidikan pada siswanya. Sayangnya, tidak seperti itu,” pungkasnya. (sam)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Anak Polisi Tergilas Truk Dinas TNI, 1 Tewas, 1 Kritis
Redaktur & Reporter : Soetomo