jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menceritakan tradisi intelektual pada pendiri bangsa atau founding fathers. Menurutnya, tradisi intelektual yang luar biasa di antara para pendiri bangsa itu dimulai dari membaca.
Hasto menceritakan itu ketika menghadiri Milad ke-22 Partai Bulan Bintang (PBB) di Jakarta, Sabtu (18/9). Dalam kesempatan itu Hasto membawa buku titipan dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk partai pimpinan Yusril Ihza Mahendra tersebut.
BACA JUGA: Tahniah... Partai Bulan Bintang Bertambah Usia
Politikus asal Yogyakarta itu menuturkan, dahulu para founding fathers seperti Bung Karno, Bung Hatta dan tokoh Masyumi Mohammad Natsir selalu membaca buku terlebih dahulu sebelum bertindak. Hal itu mencerminkan tradisi intelektualitas mereka.
"Sekarang, demo dulu baru membaca, kadang bahkan tidak membaca sama sekali. Makanya jadi banyak energi bangsa terbuang sia-sia," ujar Hasto.
BACA JUGA: Yusril: Putusan MA Tidak Membatalkan Kemenangan Jokowi-Maâruf
Selain itu, Hasto juga menyinggung tentang upaya-upaya membenturkan Islam dengan Pancasila ataupun hal-hal lain menyangkut Bung Karno. Hasto menegaskan, Bung Karno justru mengobarkan Pancasila untuk memimpin bangsa-bangsa Asia dan Afrika melawan penjajahan.
“Seperti disampaikan Bung Karno, Pancasila adalah sebagai lead star atau bintang penunjuk arah bangsa ke depan. Atas kepeloporan bintang Pancasila itu pula, Indonesia di era Bung Karno melaksanakan Konferensi Asia Afrika 1955, di mana setahun kemudian bangsa Islam Maroko merdeka. Pakistan memperoleh bantuan militer dari Indonesia untuk merdeka sepenuhnya dari Inggris Raya," kata Hasto.
BACA JUGA: Hasto Pastikan Tak Ada Ruang Bagi Komunisme di PDIP
Lebih lanjut Hasto mengatakan, memang Bung Karno dalam kesehariannya menampilkan wajah kebangsaan. Namun, sambungnya, Proklamator RI itu adalah muslim sejati yang selalu melaksanakan salat lima waktu.
Bung Karno pula yang memaksa Uni Soviet mencari makam Imam Bukhari. Hasto mengatakan, Bung Karno mau berkunjung ke Uni Soviet asalkan penguasa negeri komunis itu menemukan dan merehabilitasi makam Imam Bukhari yang ternyata ada di Uzbekistan.
Hasto juga menceritakan ketika Megawati menjadi Presiden RI 2001-2004 dan Yusril menjadi salah satu menterinya. Megawati kala itu menentang Amerika Serikat dan sekutunya yang menggempur Irak tanpa persetujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Yusril selaku menteri luar negeri ad interim kala itu pun meneruskan kebijakan Megawati. Oleh karena itu, Hasto menepis anggapan yang menyebut Bung Karno, Megawati ataupun PDIP sebagai komunis.
"Masa karena kepentingan politik kami disebut komunis? Ini perlu kami luruskan, sama seperti Prof Yusril yang punya tradisi intelektual, maka kita pun harus perkuat tradisi intelektual agar tidak mudah dibentur-benturkan," kata Hasto.
Sementara Yusril mengucapkan terima kasih kepada Hasto dan perwakilan parpol lainnya yang hadir dan turut menghadiri perayaan Milad ke-22 PBB. Yusril menyebut Pancasila merupakan falsafah dasar berdirinya bangsa Indonesia, sebagaimana yang juga dipahami PDIP.
"Di milad ini, di tengah kesulitan ini, tetaplah kita berkeyakinan, bahwa di balik kesulitan ini akan ada kemudahan bagi kita semua," kata Yusril.(tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga