Haidar Alwi Kritik Riset OCCRP yang Jadikan Jokowi Finalis Pemimpin Terkorup 2024

Rabu, 01 Januari 2025 – 13:35 WIB
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi. ANTARA/HO-Haidar Alwi Institute

jpnn.com, JAKARTA - Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) merilis daftar finalis pemimpin yang terlibat dalam kejahatan terorganisasi dan paling korup di dunia, Selasa, 31 Desember 2024.

Dari sejumlah nama yang dirilis, Jokowi menjadi salah satu dari lima finalis dengan suara terbanyak tahun 2024.

BACA JUGA: Haidar Alwi: Sebaiknya Program Makan Siang Gratis tidak Sepenuhnya Dibiayai APBN

Nama-nama yang masuk nominasi dan perolehan suara diusulkan serta berasal dari para pembaca, jurnalis, dewan juri, dan pihak lain dalam jaringan global OCCRP.

Menanggapi hal itu, Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) R Haidar Alwi mengatakan segala bentuk tindak kejahatan tidak dapat dibuktikan dengan polling atau jajak pendapat.

BACA JUGA: Haidar Alwi Institut Usulkan Yanma Polri Dipimpin Jenderal Berbintang Satu

"Pembuktian kejahatan atau pelanggaran hukum adalah melalui persidangan di pengadilan. Bukan melalui polling atau jajak pendapat," tegas Haidar, Rabu (1/1).

Menurutnya, hingga saat ini tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonis Jokowi bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi. Tuduhan kejahatan terorganisasi dalam pilpres untuk memenangkan salah satu paslon juga tidak terbukti di Mahkamah Konstitusi (MK).

BACA JUGA: Tenaga Honorer Korupsi Dana Desa, Kerugian Negara Mencapai Rp 433 Juta

"Jika metodologinya benar, seharusnya dewan juri OCCRP tidak meloloskan usulan nama Jokowi. Sebab, bagaimana bisa memasukkan nama seseorang ke dalam daftar tersebut sementara tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonisnya bersalah atas kejahatan yang dituduhkan? Jelas sekali ini merupakan suatu kesalahan yang nyata," ungkap Haidar.

Oleh karena itu, predikat yang disematkan OCCRP terhadap Jokowi hanyalah usulan yang tidak berdasar dari para pemegang hak suara dalam polling atau jajak pendapat. Akibatnya, dapat merusak reputasi dan nama baik Jokowi di mata masyarakat Indonesia, bahkan dunia.

"OCCRP harus meralat rilisnya dan meminta maaf kepada Jokowi. Jika tidak, OCCRP yang berisi para jurnalis investigasi sama saja dengan mencoreng kredibilitasnya sendiri," tutur Haidar Alwi.

Selain itu, yang menjadi perhatian adalah tidak masuknya nama Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel, dalam daftar tersebut.

Netanyahu selama ini sering dikaitkan dengan berbagai tindakan kejahatan kemanusiaan, terutama terkait kebijakannya terhadap Palestina.

Dia juga menghadapi sejumlah dakwaan pidana, termasuk kasus penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, dan korupsi dalam pengadilan domestik Israel.

"Netanyahu yang sudah diperintahkan untuk ditangkap oleh Pengadilan Kriminal Internasional justru luput dari riset OCCRP. Sedangkan Jokowi yang tanpa vonis kejahatan malah masuk. Ini semakin menunjukkan kelemahan OCCRP dalam melakukan risetnya," papar Haidar.

Di sisi lain, OCCRP dalam rilis profil organisasi mereka menyatakan bahwa partner penerbitan mereka di Indonesia adalah Tempo. Media ini dikenal sering menyudutkan Jokowi dengan kritik-kritik yang dianggap tidak proporsional oleh sebagian pihak.

"Dari kelemahan-kelemahan yang ada, masyarakat bisa menilai apakah riset OCCRP layak dipercaya atau tidak," kata Haidar. (rhs/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Brigjen Pol Faizal Rahmadani: Kejar, Tangkap Aske Mabel Hidup atau Mati


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler