jpnn.com, JAKARTA - Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menilai pro-kontra terkait revisi Undang Undang (UU) TNI dan Polri merupakan hal yang biasa.
Hal itu disampaikan Haidar Alwi menanggapi penolakan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
BACA JUGA: Revisi UU TNI & Polemik Prajurit Aktif di Jabatan Publik; Antara Kekhawatiran dan Aturan
"Pro-kontra adalah ruh demokrasi. Tanpa pro-kontra, tidak ada demokrasi. Bahkan, pancasila pun lahir dari perbedaan pendapat," kata Haidar, Rabu (31/7).
Menurut Haidar, argumen-argumen yang muncul melalui pro-kontra tersebut akan membawa kematangan dalam proses revisi Undang Undang TNI dan Polri. Baik argumen-argumen di parlemen dan komisi-komisi, tokoh dan partai politik, masyarakat sipil, maupun di media massa dan ruang privat.
BACA JUGA: Koalisi Masyarakat Sipil Khawatir Revisi UU TNI Kembalikan Dwifungsi ABRI
"Adanya pro-kontra menunjukkan bahwa proses revisi Undang Undang TNI-Polri dilakukan secara transparan. Aspirasi berbagai elemen masyarakat dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pembahasannya sehingga revisi Undang Undang TNI-Polri melahirkan bentuk terbaiknya," kata Haidar.
Oleh karena prosesnya dilakukan secara transparan, Haidar Alwi meminta masyarakat untuk tidak terlalu takut atau khawatir berlebihan. Termasuk dengan isu-isu kebangkitan orde baru atau neo orde baru.
"Prosesnya terbuka. Masyarakat bisa menyaksikan. Bahkan, beberapa elemen masyarakat telah menyampaikan aspirasinya melalui pertemuan dengan partai politik yang ada di Senayan. Tak terkecuali PDIP yang di posisi kontra. Jadi, rakyat engga perlu takut dan jangan mau ditakut-takuti," kata Haidar Alwi. (rhs/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti