jpnn.com - Hajatan adalah pesta yang diselenggarakan untuk merayakan sesuatu, biasanya pernikahan, khitanan, atau acara-acara penting lain.
Di Jawa, hajatan disebut juga sebagai ‘’duwe gawe’’ atau ‘’punya gawe’’, yang berhubungan dengan acara pernikahan atau khitanan anak-anak.
BACA JUGA: Buka Rangkaian HUT Jakarta, Ini Alasan Anies Pakai Nama Hajatan
Hajatan diselenggarakan dengan cara kondangan, mengundang tetangga dan andai tolan untuk makan-makan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebut hajatan sebagai resepsi dan selamatan untuk merayakan hari bahagia keluarga atau memperingati hari-hari penting, seperti hari besar keagamaan atau hari besar nasional.
BACA JUGA: Seusai Menikah, Anwar Usman dan Adik Jokowi Langsung dapat E-KTP dengan Status Baru
Kondangan juga mirip dengan hajatan, yaitu menghadiri undangan tetangga, sanak kerabat, untuk ikut merayakan dan memberi selamat atas hajatan yang diselenggarakan oleh keluarga.
Minggu ini ada dua hajatan yang diselenggarakan oleh dua orang tokoh. Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, menyelenggarakan ‘’Jakarta Hajatan’’ untuk memperingati ulang tahun ke-495 Jakarta.
BACA JUGA: Suka atau Tidak, Jokowi Berpotensi Jadi King Maker Pilpres 2024
Puncak acara diselenggarakan pada 24 dan 25 Mei, tetapi rangkaian acaranya akan berlangsung sampai Juni dan puncaknya akan ditandai dengan balapan mobil listrik internasional Formula E pada 4 Juni 2022.
Hajatan Anies ini akan menjadi pesta terakhir yang diadakannya sebagai gubernur Jakarta.
Karena itu, Anies menyusun acara dengan serius untuk mendapatkan kesan terakhir yang manis dan tetap dikenang sampai lama.
Gelaran Formula E akan menjadi tumpuan harapan Anies untuk menyegel kesan manis dalam periode kepemimpinannya yang berakhir November tahun ini.
Formula E akan menjadi moment of truth, saat-saat pembuktian bagi kepemimpinan Anies.
Formula E mendapat ganjalan dan halangan sepanjang jalan dari oposisi yang ingin mengadang Anies. Akan tetapi, Anies melewatinya dengan mulus.
Kalau hajatan ini sukses, nama Anies akan makin di depan sebagai salah satu calon presiden unggulan.
Sebaliknya, kalau hajatan ini tidak sukses, sangat sulit bagi Anies untuk melakukan recovery karena Anies sudah tidak mempunyai waktu lagi.
Ibarat sebuah balapan, Anies sekarang berada di etape terakhir menjelang finis. Masih ada satu tikungan lagi dan bendera finis akan terlihat melambai-lambai di depan mata.
Satu tikungan terakhir ini krusial dan sangat berbahaya kalau sampai Anies terpeleset, atau ada yang menyalip di tikungan.
Hajatan lain diselenggarakan oleh Joko Widodo, Presiden Indonesia, yang sedang punya gawe mantu.
Kali ini, bukan anak Jokowi yang menjadi pengantin, melainkan adik kandung perempuannya, Idayati.
Hajatan ini menjadi istimewa dan sorotan media karena menantu Jokowi bukan orang sembarangan, melainkan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.
Jodoh di tangan Tuhan karena bagian dari takdir. Anwar Usman yang duda dan Idayati yang janda akhirnya bertemu dan berjodoh.
Ibarat pepatah, garam di laut asam di gunung bertemu dalam belanga. Kalau sudah jodoh tidak bakal ke mana-mana. Anwar Usman yang asli NTB dan Idayati yang asli Solo bisa dipertemukan dalam satu belanga. Itulah jodoh.
Bahwa kebetulan mempelai perempuan ialah adik kandung Presiden RI dan mempelai laki-laki ialah ketua Mahkamah Konstitusi, itulah misteri jodoh yang selamanya bakal menjadi rahasia Ilahi.
Sama dengan umur dan rezeki, jodoh tidak pernah bisa diramal dan diprediksi. Ikhtiar dan usaha pedekate ala anak milenial boleh saja, tetapi akhirnya takdir yang menentukan.
Karena perjodohan ini mempertemukan dua keluarga besar yang memegang posisi penting dan strategis di republik, maka wajar saja kalau hajatan ini menjadi sorotan publik.
Wajar saja kalau ada yang curiga bahwa perjodohan ini ada bau politik. Tentu saja lebay kalau mencurigai pernikahan ini setting-an atau paksaan ala Siti Nurbaya.
Akan teapi, kalau ada kecurigaan bahwa perjodohan ini akan membawa implikasi politik pada beberapa waktu ke depan, maka kecurigaan itu adalah hal yang wajar.
Sebagai pemegang public office tertinggi di Indonesia wajar saja kalau Jokowi menjadi perhatian publik selama 24 jam.
Public scrutiny, pengawasan publik, adalah bagian dari demokrasi. Publik berhak mengetahui kiprah seorang presiden setiap hari.
Kadang pengawasan publik itu tidak lagi bisa membedakan antara ranah publik seorang pejabat dengan ranah privat sebagai warga negara.
Hal yang sama berlaku bagi Anwar Usman. Sebagai ketua MK keputusan-keputusan yang diambilnya akan menentukan masa depan demokrasi Indonesia.
MK adalah benteng penjaga dan pengawal konstitusi. Lembaga ini menjadi ‘’the last bastion of constitution’’, benteng terakhir konstitusi yang menjamin konstitusi tetap berjalan pada relnya.
Karena dua posisi strategis itu dipegang oleh dua orang yang mempunyai hubungan kekerabatan dekat, maka wajar kalau muncul pertanyaan mengenai independensi. Sebuah lembaga sepenting MK harus independen dari semua kepentingan. MK harus selalu kedap dari pengaruh politik dan interest pribadi dari mana pun datangnya.
MK adalah the guardian of democracy, pengawal demokrasi Indonesia. Dalam tahun-tahun politik menjelang Pemilihan Presiden 2024, MK akan menghadapi ujian besar dan berat untuk menjaga martabat dan wibawanya.
Pada Pilpres 2019 lalu, MK menjadi lembaga penentu pemenang. Pada Pilpres 2024 mendatang, hal yang sama sangat mungkin akan terjadi lagi.
MK sudah membuat beberapa keputusan besar. Dalam gugatan mengenai UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, MK sudah memutuskan bahwa undang-undang itu bertentangan dengan konstitusi. Namun, MK juga memutuskan undang-undang itu tidak dihapus karena dianggap penting untuk menghadapi tantangan ekonomi global di masa sekarang.
Keputusan yang disertai dengan catatan kaki dan bersyarat ini tidak tegas, sehingga memancing tafsir ganda.
Pemerintah pun tidak sepenuhnya menganggap keputusan itu sebagai larangan. Demikian pula DPR yang kemudian mengesahkan revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menjadi landasan hukum pelaksanaan UU Cipta Kerja.
Kalangan buruh yang menggugat UU Omnibus Law kecewa dengan perkembangan ini. Kalangan buruh menganggap seharusnya pemerintah dan DPR tidak melanjutkan proses legalisasi undang-undang itu karena MK sudah menyatakannya inkonstitusional.
Buruh yang kecewa pun melakukan demonstrasi dan menyatakan akan membuat demo yang lebih besar.
Ujian terbesar bagi MK akan datang pada Pilpres 2024 nanti.
Jokowi sangat berkepentingan untuk memastikan bahwa proyek-proyeknya akan diteruskan oleh presiden mendatang.
Jokowi disebut-sebut sudah mempersiapkan putra mahkota untuk menjadi presiden mendatang.
Para pandit politik melihat Jokowi sudah mempersiapkan Ganjar Pranowo sebagai suksesor bersama Erick Thohir sebagai pendamping. Ungkapan ‘’ojo kesusu’’ yang disampaikan Jokowi di depan rapat nasional Projo yang dihadiri Ganjar menjadi kode keras dukungan Jokowi kepada Ganjar.
Jokowi mengingatkan ojo kesusu karena masih ada calon kuat lain yang bisa menjadi ganjalan serius bagi Ganjar. Siapa lagi kalau bukan Anies Baswedan. Dua sosok ini akan terus kejar-kejaran dalam popularitas dan elektabilitas, dan akan terus bersaing sampai etape terakhir pada Pilpres 2024. Sangat mungkin pemenangnya akan ditentukan oleh foto finis yang sangat tipis.
Pilpres mendatang tidak akan kalah seru dari Pilpres 2019, dan peran MK akan sangat krusial dalam memutuskan siapa yang menjadi pemenang.
Hajatan 2024 akan menjadi ujian bagi independensi MK, sekaligus ujian bagi Jokowi supaya tidak mengintervensi MK dengan mempergunakan jalur ketua MK sebagai adik ipar. (*)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror