jpnn.com, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Ketua Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas pada persidangan terhadap Miftahul Ulum, mantan asisten pribadi Imam Nahrawi yang menjadi terdakwa suap.
Hasbiallah pada persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang dilaksanakan melalui konferensi video itu mengaku kesulitan menagih cicilan penjualan tanah senilai Rp 4 miliar kepada mantan menteri pemuda dan olahraga (Menpora) tersebut.
BACA JUGA: Mantan Bendahara Kemenpora Akui Serahkan Uang ke Imam Nahrawi
Hasbiallah mengatakan bahwa dirinya menagih melalui Ulum. “Saya menagih ke Mas Ulum sudah pegel,” ujar Hasbiallah yang bersaksi dari rumahnya.
Seingat Hasbiallah, berkali-kali upayanya kandas. “Lagi enggak punya duit, lagi enggak punya duit,” sambungnya menirukan jawaban Ulum.
BACA JUGA: Istri Imam Nahrawi Minta Doa Untuk Suaminya
Hasbiallah mengaku menjadi perantara jual beli tanah seluas sekitar 1.200 meter persegi di Jalan Manunggal II, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur senilai total Rp 4 miliar. Menurutnya, Nahrawi saat masih menjadi sekretaris jenderal PKB meminta tolong agar dicarikan tanah di DKI untuk rumah pribadinya.
“Ya saya carikan. Sudah putar-putar akhirnya ketemu tanah Pak Thamrin yang kebetulan teman saya juga. Pak Imam lihat di Ceger cocok," ungkap Hasbiallah.
BACA JUGA: KPK Tahan Miftahul Ulum
Untuk pembayarannya, kata Hasbiallah, lebih sering dilakukan secara bertahap oleh Ulum. "Saya dapat uangnya dari Pak Ulum. Ulum kasih saya ini berapa ya sudah bayar," tambah Hasbiallah.
Namun, Hasbiallah mengaku lupa berapa kali Ulum mencicil pembayaran tanah tersebut. Dia hanya ingat pembayaran sekitar Rp 1,6 miliar.
“Karena saya benar-benar lupa, kejadian sudah enam tahun yang lalu," ungkap Hasbiallah.
Ulum biasanya menghubungi Hasbiallah melalui telepon untuk memberikan cicilan tersebut. Ulum pula yang biasanya menyambangi rumah Habiallah.
“Ya sudah ke rumah datang, dibayar terus ke sananya saya lupa, tidak ada kuitansi, berdasarkan rasa percaya saja," tambah Hasbiallah.
Namun di tengah jalan, kerja sama antara Hasbiallah dan Imam terputus. Hasbiallah pun masih menahan surat tanah yang diatasnamakan istri Nahrawi, Shohibah Rohmah tersebut.
"Sebenarnya belum lunas karena surat saya tahan, karena awalnya selain saya diminta mencari tanah, saya juga diminta nukangin. Lalu saya bangun, saya bikin gambar, saya konsolidasi ke ibu (Shobibah Rohman istri Nahrawi, red) di rumah beliau di Kalibata, di rumah dinas DPR," tutur Hasbiallah.
Ternyata Shohibah tak jadi menggunakan jasa Hasbiallah untuk merenovasi rumah. "Tiba-tiba diputuskan sepihak, bukan saya lagi yang ngebangun, padahal saya sudah bangun fondasi Rp 180 juta, ya sudah saya tahan suratnya sampai dia bayar punya saya," jelas Hasbiallah.
Sebelumnya Ulum dan Nahrawi didakwa secara bersama-sama menerima suap sejumlah Rp 11,5 miliar dan gratifikasi berupa uang seluruhnya berjumlah Rp 8,6 miliar. Dalam dakwaan disebutkan bahwa Shobibah ingin merenovasi rumah pribadinya di Cipayung, Jakarta Timur menggunakan jasa kantor Budipradono Architecs.
Sesuai kesepakatan pada 9 Juli 2015, biaya pengerjaan renovasi itu sebesar Rp 700 juta. Pembayarannya dibagi menjadi 4 termin, yaitu Rp 200 juta, Rp 300 juta, Rp 150 juta dan Rp 50 juta.
Pembayaran termin 1 sudah dibayar pada 9 Juli 2015. Sementara untuk pembayaran selanjutnya Shobibah meminta agar Intan Kusuma Dewi dari kantor arsitek berkoordinasi dengan Ulum.
Sekitar September 2016, Shobibah meminta dibuatkan desain interior Hatice Boutique and Cafe di Kemang dengan biaya Rp 300 juta. Khusus jasa desainnya Rp 90 juta, namun tidak dituangkan dalam kontrak perjanjian.
Pada Oktober 2016, Ulum menghubungi bendahara Satlak Prima Kemenpora Lina Nurhasanah dan meminta uang sejumlah Rp 2 miliar dengan alasan untuk membayar 'Omah Bapak'. Lina sempat menolak, namun tak kuasa karena Ulum terus mendesak.
Akhirnya Lina menyiapkan uang Rp2 miliar dari dana akomodasi atlet pada anggaran Satlak Prima. Uang Rp2 miliar diserahkan staf Lina bernama Alverino Kurnia pada 12 Oktober 2016 kepada Intan Kusuma Dewi di kantor Budipradono Architecs dan dibuatkan tanda terimanya.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Antoni