Hak Jawab Kewajiban Media

Selasa, 30 Oktober 2012 – 04:02 WIB
MAKASSAR - Delik pers atau masalah hukum yang timbul akibat pemberitaan pers kadang menjadi bola liar. Selama ini, mesti telah ada Undang-undang nomor 40 tahun 1999 yang mengatur tentang delik pers ini, namun ketika terjadi masalah delik pers masih sering dibawa ke ranah pidana umum. Akhirnya terjadi tarik-menarik antara wartawan dengan pihak kepolisian.

Khusus di Sulsel, setidaknya wartawan bisa bernapas legah. Itu setelah ditandatanganinya memorandum of understanding (MoU) antara Kepolisian Daerah (Polda) dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulsel. Senin, 29 Oktober. MoU ini adalah tindak lanjut dari MoU yang telah ditandatangani antara Polri dengan Dewan Pers pada Hari Pers Nasional di Jambi, 9 Februari 2011 lalu. 

Direktur Reskrim Umum Polda Sulsel, Kombes Polisi Drs Syamsuddin Yunus mengatakan, hadirnya MoU antara PWI dengan Polda Sulsel ini akan membawa angin segar bagi profesi wartawan di Sulsel.

"MoU ini akan menjadi landasan terkait munculnya masalah yang melibatkan pekerja media. Delik pers yang terjadi akan semakin jelas arahnya bahwa harus diproses sesuai UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers, sehingga tidak boleh lagi dibawa ke wilayah pidana umum," jelasnya.

Meski demikian, Syamsuddin mengatakan, seorang pers atau media tempatnya bekerja juga harus patuh dan taat pada aturan yang berlaku dalam UU pers. Salah satunya mengenai hak koreksi dan hak jawab. Selama ini, kata dia kadang terjadi ketindakseimbangan antara berita yang dimuat dengan koreksi atau jawaban dari pihak yang merasa dirugikan.

"Biasanya, judul berita yang dimuat itu ditulis besar-besar. Tetapi giliran koreksi kadang dibuat sekecil mungkin dan ditempatkan pada halaman paling belakang. Jadi terkesan sengaja disembunyikan. Harusnya, koreksi dibuat sama besar dengan berita yang dimuat sebelumnya serta ditempatkan pada halaman yang sama pula," tukas Syamsuddin.

"Masyarakat yang merasa dirugikan baik itu dicemarkan nama baiknya dan sebagainya, bisa mengajukan hak jawab atau hak koreksi kepada media yang bersangkutan. Jika tidak dilayani, maka orang tersebut bisa mengajukan permohonan kepada Dewan Pers. Setelah itu, Dewan Perslah yang akan turun tangan. Hak jawab adalah kewajiban setiap media untuk memuatnya. Poin ini merupakan salah satu yang diatur dalam MoU ini," tambah Syamsuddin.

Tidak sebatas hak koreksi dan hak jawab, Syamsuddin juga sempat menyinggung masalah keterbukaan informasi. Salah satunya mengenai sistem informasi penyidikan. Syamsuddin mengatakan, sistem informasi penyidikan merupakan serangkaian kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain. Meliputi menghimpun, menyimpan, mendokumentasikan dan menyampaikan informasi penyidikan kepada masyarakat. Untuk kepentingan ini, seorang pers harus mampu membedakan antara informasi yang bisa disebarluaskan dengan informasi yang belum bisa dipublikasikan.

MoU yang ditandatangani kemarin terdiri dari 11 bab, 12 pasal. Kesepakatan ini akan berlaku selama lima tahun dan akan diperpanjang tiga bulan sebelum masa berlakunya habis. Jika salah satu pihak ingin membatalkan MoU, maka harus melalui perundingan dan pertimbangan di antara kedua belah pihak.

Ketua Panitia, Faisal Syam mengatakan, MoU ini sempat melalui proses panjang. Dalam beberapa pertemuan, sempat terjadi perseteruan demi menemukan titik temu untuk kepentingan bersama. "MoU ini hadir semata bertujuan melindungi kebebasan pers Indonesia khsususnya di Sulsel," cetus Ical sapaan akrabnya.

Ketua PWI Sulsel, Zulkifli Gani Ottoh mengaku sangat bersyukur dengan tercapainya kesepakatan ini. Ia berharap, MoU ini bisa melahirkan sinergitas serta pemahaman yang baik antara polisi dengan pers di Sulsel.

HM Alwi Hamu selaku tokoh pers nasional, mengapresiasi hadirnya kesepakatan ini. MoU ini, kata Alwi Hamu merupakan keinginan untuk meluruskan atau menginflementasikan kondisi yang kondusif di Sulsel.

"Saya berharap dengan hadirnya MoU ini, tidak ada lagi wartawan di Sulsel yang mengikuti jejak saya yang sempat dipenjara selama enam bulan. Saya dipenjara akibat delik pers yang melibatkan media kami waktu itu," kata Chairman PT Media Fajar ini.

Sementara itu, Kapolda Sulsel, Irjen Polisi Mudji Waluyo dihadapan puluhan wartawan serta semua Kapolres se-Sulsel mengajak untuk sama-sama mencermati dan melaksanakan MoU tersebut. Mudji meminta kepada Kasatreskrim masing-masing Polres untuk senantiasa menjalankan isi MoU dalam melaksanakan tugas penyelidikan.

"Pers adalah profesi profesional karena ikut mengawal pembangunan. Banyak peran pers yang tidak bisa dilakukan masyarakat umum. Makanya perlu ada perlakukan tersendiri bagi teman-teman pers," katanya. (iad)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bom Rantang Ditemukan di Gunung Biru Tamanjeka

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler