JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) tak hanya menuntut terdakwa dugaan korupsi Driving Simulator SIM dan pencucian uang bekas KakorlantasIrjen Pol Djoko Susilo dengan hukuman 18 tahun penjara. Namun JPU pada KPK itu meminta agar majelis menjatuhi tambahan. Yaitu mencabut hak Djoko untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.
KPK punya alasan tersendiri memasukkan pencabutan hak memilih dan dipilih dalam tuntutannya terhadap Djoko. "Itu adalah sangkaan atau dakwaan tambahan dengan maksud KPK mencoba menggunakan segala kententuan yang ada terkait dalam dugaan terjadinya tipikor yaitu pasal 10 KUHP, pasal 18 UU Tipikor," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo, di Kantor KPK, Rabu (21/8).
Menurut Johan, dalam pasal itu intinya disebutkan bahwa seseorang yang melakukan pidana itu tambahan hukumannya dengan mencabut hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik.
Dia beralasan KPK menuntut Djoko dengan pasal itu karena bekas Gubernur Akademi Kepolisian Semarang itu diduga melakukan korupsi sehingga menciderai hak masyarakat.
"Karena terdakwa (Djoko) adalah pelaku tipikor yang dianggap menciderai hak masyarakat," kata Johan.
Selain itu, ia menambahkan, penerapan hukuman tambahan ini juga untuk mengantisipasi jangan sampai ada terpidana yang sudah vonis bersalah dan dihukum menjabat di jabatan publik. "Jabatan publik itu misalnya Anggota DPR, Gubernur," katanya.
Menurutnya penerapan ini juga baru pertama kali dilakukan KPK. "Kalau di KPK iya," tuntas Johan.
Teuku Nasrullah, Penasehat Hukum Djoko Susilo, mengatakan, pencabutan hak memilih dan dipilih kliennya itu sama saja menghancurkan hak-hak politik orang.
Menurutnya, kalau dalam masa pemidanaan boleh-boleh saja hak politiknya dicabut. "Hak sipil-sipilnya setelah sidang itu harus pulih. Kalau selama pemidanaan oke. Tapi setelah pemidanaan, boleh (punya hak)," jelasnya usai persidangan Djoko, Selasa (20/8), malam. (boy/jpnn)
BACA JUGA: Malaysia Lebih Peduli Kawasan Perbatasan
BACA ARTIKEL LAINNYA... Moeldoko Sebut Hartanya dari Mertua
Redaktur : Tim Redaksi