jpnn.com - JAKARTA -- Vonis dua petinggi PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno dalam perkara suap Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Aspidsus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu diwarnai perbedaan pendapat majelis hakim.
Dua hakim anggota Casmaya dan Edy Supriono menilai suap yang dilakukan Sudi dan Dandung melalui perantara Marudut, termasuk dalam pasal percobaan penyuapan.
BACA JUGA: Bang Yos Bagus, tapi Sempat Kecolongan
Casmaya dan Edy sepakat dengan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi dengan memilih dakwaan alternatif pasal 53 ayat 1 KUHP tentang tentang percobaan melakukan kejahatan.
Menurut Casmaya, pertemuan antara Sudung, Tomo dan Marudut 23 Maret 2016, tidak terdapat kesepakatan mengenai akan dilakukannya pemberian uang.
BACA JUGA: Kinerja Sutiyoso Sebenarnya Cukup Bagus, tapi Ada Minus
"Dengan maksud menghentikan penyelidikan," ujar Casmaya saat sidang vonis Sudi dan Dandung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (2/9).
Casmaya menambahkan, rencana pemberian Rp 2,5 miliar kepada Sudung dan Tomo, berawal dari inisiatif dan persepsi Marudut. Menurut dia, Marudut salah mempersepsikan kata-kata Tomo yang menyatakan bersedia membantu pengurusan perkara korupsi PT BA.
BACA JUGA: Penyuap Kajati DKI Jakarta Divonis Tiga Tahun Penjara
Casmaya menyatakan perbuatan ketiga terdakwa belum bisa dikatakan sebagai memberi atau menerima. "Tapi, perbuatan permulaan pelaksanaan suap," katanya.
Hakim Edy Supriono juga menilai perkara ini dapat dikatagorikan sebagai perbuatan permulaan pelaksanaan suap. Menurut Edy, para terdakwa sejak awal punya niat menyuap Sudung dan Tomo. Harapan terdakwa, agar Kejati DKI Jakarta menghentikan perkara korupsi petinggi PT BA.
Menurut Casmaya dan Edy, seharusnya yang terbukti adalah dakwaan alternatif kedua, yakni pasal 5 ayat 1 huruf a UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 53 ayat 1 juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Sedangkan tiga hakim lain menilai perbuatan suap telah sempurna karena ada janji dan kesepakatan dalam pembicaraan antara Marudut dengan Sudung dan Tomo.
Sudi dan Dandung akhirnya divonis melanggar 5 ayat 1 huruf a UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana.
"Karena terjadi perbedaan pendapat, putusan hakim adalah hasil pemufakatan. Kecuali tidak dapat dicapai, maka putusan yang diambil adalah suara terbanyak," ujar Ketua Majelis Hakim Yohanes Priatna. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Politikus PDIP Yakini Jokowi Sudah Berhitung soal BG
Redaktur : Tim Redaksi