jpnn.com, JAKARTA - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Djuyamto mencecar mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono karena memberi jawaban yang tidak logis di sidang pemeriksaan dugaan penerimaan gratifikasi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat.
Andhi Pramono didakwa JPU KPK menerima gratifikasi senilai total Rp 58,9 miliar dari sejumlah pihak terkait pengurusan kepabeanan impor.
BACA JUGA: Misteri Kasus Pembunuhan IRT di Aceh Mulai Terbuka, Anak Korban Jadi Tersangka
"Tidak logis seorang investor yang menanam modal tidak mau mengetahui soal perusahaannya. Apalagi tidak ada pembukuannya," kata Djuyamto.
Awalnya, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menanyakan beberapa pertanyaan kepada Andhi mengenai hasil usahanya bersama seseorang dari pihak swasta bernama Sia Leng Salem.
BACA JUGA: Makan Siang Gratis Pakai Dana BOS, Timnas AMIN: Guru Honorer Siap-Siap Tidak Terima Gaji
Adapun terkait beberapa transaksi mencurigakan yang masuk ke rekening Andhi, terdkwa mengklaim bahwa uang itu hasil investasi bersama Sia Leng Salem.
Walakin, di tengah pertanyaan JPU KPK, Hakim Djuyamto menginterupsi lantaran menilai banyak jawaban Andhi yang tidak masuk akal.
BACA JUGA: Usut Kasus Korupsi di Bea Cukai, KPK Periksa Pilot hingga Pegawai BUMN
"Saya tanya, yang namanya orang berinvestasi itu tujuannya apa?" tanya Hakim Djuyamto.
"Untuk mendapatkan keuntungan yang mulia," jawab Andhi.
"Agar tahu bahwa perusahaan itu untung atau rugi dari mana Anda tahu?" tanya Djuyamto lagi.
"Saya mengetahui untungnya ketika Pak Sia Leng Salem memberikan hasil usaha kepada saya, pak," kata Andhi.
"Baik, memberikan hasil usaha. Terus orang yang menanamkan modal itu perlu tidak untuk mengetahui sebenarnya untung hasil usahanya berapa?" cecar Hakim.
"Awalnya seperti itu, saya pernah menanyakan kepada Pak Salem, tetapi Pak Salem meminta saya untuk percaya saja dengan dia karena dia yang mengerjakan usaha dan saya hanya berinvestasi," jawab Andhi.
Mendengar jawaban itu, Hakim Djuyamto kembali mencecar Andhi.
"Saya tanya, bukan soal saudara percaya sama Sia Leng Salem, saudara sendiri selaku investor supaya mengetahui untungnya sekian, besarnya sekian, dari mana saudara tahu?" tanya Hakim Djuyamto lagi.
"Saya hanya mempercayai saudara Sia Leng Salem saja pak," jawab Andhi.
Hakim Djuyamto pun menilai seluruh jawaban Andhi sangat aneh dan lucu, mengingat Andhi bukan orang biasa yang tidak paham mengenai investasi.
"Sangat aneh dan lucu kalau saudara mengatakan seperti itu," ucap Djuyamto.
Hakim Djuyamto pun kemudian bertanya mengenai cerita terdakwa yang mengaku perusahaan tempat Andhi berinvestasi tidak pernah mengalami kerugian.
"Perusahaan tidak pernah rugi itu kan luar biasa, pajak-nya bagaimana? Yang ngurus siapa pajaknya?" tanya Djuyamto.
Andhi pun tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut, sehingga Hakim kembali menanyakan pertanyaan yang sama.
"Hasil yang saudara terima dari investasi ini pajak-nya bagaimana?" tanya Hakim lagi.
"Pajak-nya belum saya bayarkan yang mulia," jawab Andhi.
"Pajak tidak dibayar?" tanya Djuyamto.
"Waktu itu belum sempat 'kepikiran', seperti itu yang mulia," ucap Andhi.
"Kenapa tidak 'kepikiran'? Jelas-jelas saudara orang pemerintahan kok?" cecar Hakim.
"Mungkin begini yang mulia, karena waktu itu sampai tahun 2010 juga saya belum menerima langsung dari Pak Sia Leng Salem," jawab Andhi.
Hakim Djuyamto pun langsung memotong jawaban Andhi dengan menegaskan apakah pajak dari hasil usaha bersama Sia Leng Salem tersebut sudah dibayarkan.
Setelah itu barulah Andhi menjawab bahwa pajak dari hasil investasinya sudah dibayarkan melalui program tax amnesty (pengampunan pajak) tahun 2016.
"Sejak awal saya sudah suruh Anda terus terang apa adanya, baru dua pertanyaan dari saya saudara sudah tidak bisa menjawab dengan benar," ucap Hakim Djuyamto menegaskan.
Sebelumnya, JPU KPK mendakwa Andhi Pramono menerima gratifikasi senilai total Rp 58,9 miliar dari sejumlah pihak terkait pengurusan kepabeanan impor.
Gratifikasi itu uang Rp 50,29 miliar, 264.500 dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp 3,8 miliar, serta 409.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp 4,88 miliar.
Andhi didakwa dengan pasal gratifikasi, yakni Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.(ant/jpnn.com)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam