jpnn.com, MATARAM - Pengadilan Tipikor Mataram, NTB, menggelar sidang dugaan korupsi beasiswa peningkatan akademik bagi guru Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi NTB anggaran 2010 untuk program pasca sarjana, kemarin (13/6).
Salah satu terdakwa adalah Nurwani SPd.I., guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Agenda sidang adalah pembacaan dakwaan.
BACA JUGA: Bareskrim Langsung Jebloskan Dirut PT Garam ke Tahanan
Dibeberkan jaksa penuntut umum, dalam program beasiswa tersebut, ada beberapa persyaratan umum dan persyaratan khusus.
Dalam persyaratan khusus tersebut tercantum yang berhak menerima beasiswa itu adalah para guru yang aktif menjalani tugas yang diangkat oleh ketua yayasan atau kepala madrasah dalam jangka waktu mengajar selama 2 tahun.
BACA JUGA: Pelepasan Aset Pertamina Diduga Rugikan Negara Rp 9,4 Miliar
Untuk memenuhi persyaratan tersebut, terdakwa yang mengajar di PAUD ini membuat surat keputusan kepala sekolah serta rekomendasi dari MTs Al-Qalam Waworada, Bima.
Padahal ia sendiri tidak menjadi guru di tempat tersebut. Zakariah selaku kepala sekolah, juga menandatangani surat yang disodorkan terdakwa itu.
BACA JUGA: Fahri Hamzah Sebut Pimpinan PKS Harus Diganti Biar Maju
Atas dasar itu, keduanya menjadi terdakwa dalam kasus program beasiswa untuk peningkatan mutu dan perofesionalisme guru di lingkungan Kanwil Kemenag NTB itu.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yoga Sukmana mendakwa terdakwa dengan tiga dakwaan yakni dakwaan primer, dakwaan subsider dan lebih subsider. Namun berkas perkara kedua terdakwa dibacakan secara terpisah.
Dalam dakwaan perimer, terdakwa didakwa melanggar pasal 3 jo pasal 18. Sementara dalam dakwaan subsider diduga melanggar pasal 3 Jo pasal 18 dan lebih subsider diduga melanggar pasal 9 Undang- undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang- undang RI nomor 20 tahun 2001 Jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
“Perbuatan terdakwa sebagai yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi sehingga menyebabkan kerugian negara Rp 6 juta,” ungkap JPU membacakan dakwaan Nurwani.
JPU menguraikan perbuatan terdakwa yang membuat surat palsu telah mengajar di MTs Al-Qalam Waworada dan diketahui oleh terdakwa Zakariah menimbulkan kerugian negara.
“Surat tersebut menerangkan bahwa terdakwa Nurani memang benar mengajar pada MTS Al-Qalam Waworada dan selanjutnya oleh terdakwa surat tersebut diajukan untuk mendapat beasiswa,” ujarnya.
Ditambhkan JPU, Kanwil Kemenag Provinsi NTB mengeluarkan SK tentang penetapan bantuan tersebut. Ditetapkan, sebanyak 158 orang guru kependidikan se-NTB yang mendapat beasiswa dan 16 orang berasal dari pengajuan yang diusulkan oleh Kantor Kemenag Bima.
Salah satunya terdakwa Nurwani. Terdakwa berada di posisi nomor 141 dari 158 orang yang mendapatkan beasiswa itu.
“Bantuan tersebut sudah diterima langsung oleh terdakwa lewat rekening dan dicairkan sera digunakan oleh terdakwa,” ungkapnya.
Usai JPU membaca dakwaan, majelis hakim yang dipimpin AA Putu Ngurah Rajendra sempat kesal dan marah kepada jaksa.
Hal itu ketika majelis hakim mengetahui jumlah saksi yang akan dihadirkan 30 orang dengan nilai kerugian negara hanya Rp 6 juta.
Hakim tambah marah uang yang Rp 6 juta tersebut sudah dikembalikan oleh terdakwa. “Saya kira kasus dengan kerugian Rp 6 miliar ternyata cuma Rp 6 juta. Kasihan guru kita, padahal dia mau kuliah dan dia sendiri sudah mengembalikan uang itu,” ujarnya.
Majelis hakim kemudian memerintahkan jaksa untuk mendatangkan saksi hanya enam orang dan sidang akan di laksanakan secepatnya.
“Cukup enam saksi saja dan empat kali sidang, kasus kita selesaikan. Kasihan terdakwa datang dari jauh. Ini juga semestinya Negara diuntungkan malah Negara yang dirugikan karena lebih besar biaya penanganan perkara dari pada kerugian,” ungkapnya.
Kedua terdakwa tidak dilakukan penahanan, kendati demikian terdakwa diharuskan untuk menjalani persidangan dengan baik.
“Besok buku tabungan sebagai bukti pengembalian uang itu juga dibawa dan itu sudah cukup menjadi bukti meringankan dari terdakwa,” ungkapnya.
Saat terdakwa ditanya alasanya tidak menggunakan penasehat hukum, Nurwani menjawab tidak ada biaya. Akhirnya majelis hakim menunjuk penasehat hukum dari posbakum untuk mendampingi terdakwa.
Sementara itu Deni Nur Indra selaku penasehat hukum terdakwa menyampaikan, sebenarya pihaknya sudah menyiapkan saksi yang meringankan terdakwa.
Namun karena dirasa sudah cukup oleh majelis hakim dengan hanya bukti pengembalian uang tersebut, sehingga pihaknya tidak akan mengajukan saksi adecat.
“Ada juga kasus lain karena jumlah penerima kan ratusan, tapi kenapa cuma terdakwa yang berkasnya bisa naik. Kepala sekolah juga menandatangani rekomendasi karena tuntutan dari atas dan ini untuk mencerdaskan anak bangsa,” ujarnya. (cr-met)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Asoi, Ada 1.400 Beasiswa S2 dan S3 dari Kemristekdikti
Redaktur & Reporter : Soetomo