MEDAN - Hanya jangka waktu lima bulan, terhitung Januari hingga Mei 2013, Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia sudah menerima 40 laporan terkait hakim nakal. Jumlah tersebut hampir mendekati jumlah laporan yang diterima KY tahun 2012 dengan total 57 laporan.
Menurut Asep Rahmat Fajar SH, MA juru bicara KY saat menjadi narasumber pelatihan penguatan pola komunikasi lembaga Negara dengan media massa bekerjasama antara JPIP dan USAID di Medan, beberapa hari yang lalu, pada Tahun 2012 total laporan terkait hakim nakal ke KY berjumlah 1520 laporan dari seluruh Indonesia. Sedangkan 5 bulan pertama di tahun 2013 sudah mencapai 879 laporan.
Tak pelak diperkirakan di tahun 2013 diprediksi terjadi peningkatan terhadap laporan. Sementara itu, lanjut Asep dari jumlah tersebut hanya 161 hakim yang diperiksa.
“Di Sumatera pada tahun 2012 yang tiga besar yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat dengan 131 laporan. Sedangkan di lima bulan pertama di tahun 2013 KY sudah menerima 76 laporan terhadap hakim di Sumut. Jadi trennya naik. Untuk tingkat nasional tahun ini Sumut masuk tiga besar setelah Jakarta, Jawa Timur."Padahal tahun 2012 Sumut masuk lima besar,”ujar Asep menambahkan.
Terkait tingginya laporan masyarakat ke KY terhadap hakim nakal, kata Asep, ada tiga alasan yang kemungkinan mendasarinya salah satunya masyarakat saat ini sudah semakin paham haknya untuk melaporkan keberadaan para hakim nakal.
Selanjutnya menurut Asep sudah semakin mudahnya akses bagi masyarakat untuk melaporkannya ke KY dan ketiga proses pelanggaran kode etik hakim tetap berlangsung. “Ya mudah-mudahan yang ketiga tidak terjadi,”jelasnya.
Dijabarkannya karena keterbatasan anggaran dan Sumber Daya Manusia (SDM) sedikit. Hal tersebut berbanding terbalik dengan tugas yang diemban KY mengawasi sedikitnya 8300 hakim.
Memahami keterbatasan tersebut, tercetusnya cara-cara alternatif seperti halnya melibatkan kelompok masyarakat. Sebagai lembaga baru KY memahami kalau pihaknya tidak hanya butuh dukungan tapi juga mengawasi.
“Karena saat memantau persidangan kami melibatkan teman-teman NGO jadi saat kami melakukan pemantauan pesidangan teman-teman NGO itu tentunya akan tau kalau ada yang salah.
Seperti juga saat melakukan assessment tentang problematika hakim dan peradilan melibatkan perguruan tinggi. Maka kalau ada hasil assessment yang tidak kami jalankan maka perguruan tinggi pasti tau. Kami melihat dengan metode melibatkan banyak stage holder KY tidak hanya disupport tapi juga diawasi,”jelasnya.(iza)
Menurut Asep Rahmat Fajar SH, MA juru bicara KY saat menjadi narasumber pelatihan penguatan pola komunikasi lembaga Negara dengan media massa bekerjasama antara JPIP dan USAID di Medan, beberapa hari yang lalu, pada Tahun 2012 total laporan terkait hakim nakal ke KY berjumlah 1520 laporan dari seluruh Indonesia. Sedangkan 5 bulan pertama di tahun 2013 sudah mencapai 879 laporan.
Tak pelak diperkirakan di tahun 2013 diprediksi terjadi peningkatan terhadap laporan. Sementara itu, lanjut Asep dari jumlah tersebut hanya 161 hakim yang diperiksa.
“Di Sumatera pada tahun 2012 yang tiga besar yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat dengan 131 laporan. Sedangkan di lima bulan pertama di tahun 2013 KY sudah menerima 76 laporan terhadap hakim di Sumut. Jadi trennya naik. Untuk tingkat nasional tahun ini Sumut masuk tiga besar setelah Jakarta, Jawa Timur."Padahal tahun 2012 Sumut masuk lima besar,”ujar Asep menambahkan.
Terkait tingginya laporan masyarakat ke KY terhadap hakim nakal, kata Asep, ada tiga alasan yang kemungkinan mendasarinya salah satunya masyarakat saat ini sudah semakin paham haknya untuk melaporkan keberadaan para hakim nakal.
Selanjutnya menurut Asep sudah semakin mudahnya akses bagi masyarakat untuk melaporkannya ke KY dan ketiga proses pelanggaran kode etik hakim tetap berlangsung. “Ya mudah-mudahan yang ketiga tidak terjadi,”jelasnya.
Dijabarkannya karena keterbatasan anggaran dan Sumber Daya Manusia (SDM) sedikit. Hal tersebut berbanding terbalik dengan tugas yang diemban KY mengawasi sedikitnya 8300 hakim.
Memahami keterbatasan tersebut, tercetusnya cara-cara alternatif seperti halnya melibatkan kelompok masyarakat. Sebagai lembaga baru KY memahami kalau pihaknya tidak hanya butuh dukungan tapi juga mengawasi.
“Karena saat memantau persidangan kami melibatkan teman-teman NGO jadi saat kami melakukan pemantauan pesidangan teman-teman NGO itu tentunya akan tau kalau ada yang salah.
Seperti juga saat melakukan assessment tentang problematika hakim dan peradilan melibatkan perguruan tinggi. Maka kalau ada hasil assessment yang tidak kami jalankan maka perguruan tinggi pasti tau. Kami melihat dengan metode melibatkan banyak stage holder KY tidak hanya disupport tapi juga diawasi,”jelasnya.(iza)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jumhur Didukung TKI Ikut Konvensi Capres Demokrat
Redaktur : Tim Redaksi