Penangkapan itu langsung direspons Mahkamah Agung (MA). Lembaga tersebut meminta KPK terus mengembangkan pengusutan kasus dugaan suap yang melibatkan dua hakim ad hoc tipikor, Kartini Juliana Mandalena Marpaung dan Heru Kusbianto, tersebut. Sebab, diduga, praktik suap itu tidak hanya terjadi pada penanganan perkara dugaan korupsi perawatan mobil dinas DPRD Grobogan. Aroma uang haram juga mungkin ada dalam kasus-kasus lain yang diputus bebas oleh Kartini.
"Kami sudah meminta KPK untuk tidak berhenti kepada kasus yang sekarang. Dengan bantuan KPK, diharapkan bisa terungkap, mungkin saja perkara yang lain juga ada praktik suap," kata Ketua Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung Djoko Sarwoko, Sabtu (18/7).
Pengembangan kasus oleh KPK menjadi penting untuk menjadi dasar pertimbangan bagi MA yang tengah menangani kasasi perkara yang divonis bebas oleh Kartini. "Beberapa putusan bebas KM (Kartini Marpaung, Red) kan sedang kasasi di MA. Putusannya direncanakan setelah Lebaran," ungkap Djoko.
Di Pengadilan Tipikor Semarang, Kartini dikenal sebagai salah seorang di antara tiga serangkai hakim yang gemar mengetuk palu kebebasan untuk terdakwa korupsi. Selain Kartini, ada pula hakim lain, yakni Lilik Nuraini (ketua majelis/hakim karir) dan Asmadinata (anggota/hakim ad hoc). Sepanjang 2012, mereka sudah memutus bebas lima perkara korupsi. Yakni, kasus dugaan korupsi Bank Jateng Rp 39 miliar dengan terdakwa Yanuelva Etliana. Lalu, kasus dugaan suap Rp 13,5 miliar terhadap Bupati Kendal Hendy Boedoro dengan terdakwa Kepala PT Adhi Karya Cabang Semarang Suyatno.
Kemudian, kasus dugaan korupsi APBD Sragen 2003"2010 senilai Rp 11,2 miliar dengan terdakwa mantan Bupati Untung Sarono Wiyono, dugaan suap terhadap Bupati Kendal Hendy Boedoro dengan terdakwa mantan Kepala PT Hutama Karya Wilayah V Heru Jatmiko, serta dugaan penyimpangan pengadaan alat pemancar fiktif RRI Purwokerto dengan terdakwa Direktur Utama PT Tiga Empat Lima Teguh Tri Murdiono.
Djoko menambahkan, MA sudah melakukan eksaminasi atas sejumlah putusan perkara yang ditangani tiga serangkai hakim tersebut. Mahkamah juga telah meminta bantuan Komisi Yudisial (KY) dan LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk meneliti rekam jejak tiga hakim tersebut. KY telah menyimpulkan, tiga hakim tersebut melanggar kode etik dan merekomendasikan ketiganya untuk dipisah tempat jabatan. Hakim karir Lilik Nuraini kini telah dinonpalukan alias tak bisa menangani perkara korupsi. Dia dimutasi ke Pengadilan Negeri Tondano, Sulawesi Utara, dan menjabat wakil ketua PN sejak Juni 2012.
Djoko mengatakan, MA bersama KY telah melakukan upaya untuk memberikan sanksi kepada hakim yang dinilai melanggar kode etik. "Tapi, KY kan tidak memiliki kewenangan sehebat KPK. Karena itu, akhirnya melapor ke KPK," kata Djoko.
Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. mengatakan, pengembangan kasus akan difokuskan kepada siapa pihak lain yang menerima uang suap selain Kartini. "Kalau pengembangan ke siapa yang menerima selain Kartini, itu memang sedang dilakukan," tutur Johan.
Namun, lanjut dia, mengenai perkara hukum lain yang tidak terkait dengan dugaan suap, KPK tidak memiliki wewenang memeriksa. "Kecuali memang ada informasi baru yang bisa mengarah ke sana," katanya.
Ditanya mengenai kemungkinan keterlibatan hakim lain yang turut menyidangkan kasus DPRD Grobogan, menurut Johan, penyidik tidak mengarahkan ke sosok tertentu. "Kami tidak mengarahkan ke seseorang siapa," kata Johan.
Kartini dan Heru telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap. Mereka berdua tertangkap basah saat serah terima uang suap Rp 150 juta di pelataran parkir Pengadilan Negeri Semarang Jumat pagi. Heru, hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Pontianak yang merangkap makelar kasus, sebelumnya menjemput uang dari Sri Dartutik di depan Kantor BCA Semarang. Sri juga disergap KPK dan ditetapkan sebagai tersangka. Sri adalah adik dari Ketua DPRD Grobogan nonaktif M. Yaeni, terdakwa kasus dugaan korupsi perawatan mobil dinas DPRD Grobogan. Kartini dan Heru kini mendekam di sel tahanan KPK. Sedangkan Sri ditahan di Rutan Pondok Bambu.
Sumber di KPK menyebutkan, uang yang diserahkan Sri di depan BCA terbagi dalam tiga amplop yang dikemas dalam paper bag cokelat. Belum diketahui maksud dari pembagian tiga amplop itu, apakah Kartini akan membagi-bagikan lagi uang haram yang diterima menjelang Lebaran tersebut kepada rekan-rekannya satu tim atau apa.
Kartini adalah mantan pengacara yang dilantik menjadi hakim ad hoc pada 31 Desember 2010. Menurut laporan penelusuran yang disusun Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah, Kartini tak hanya memiliki rekam jejak negatif dalam menangani perkara. Dia juga disebut-sebut memiliki perilaku negatif terkait dengan kedisiplinan.
Misalnya, bersama empat rekannya, dia pernah mangkir pergi ke Mahkamah Agung tanpa meminta izin ketua pengadilan tipikor dari tanggal 2"7 Februari 2011. Itu mengakibatkan jadwal lima sidang perkara korupsi menjadi berantakan. Oleh rekan sejawatnya, peraih magister ilmu hukum dari Universitas Diponegoro tersebut juga dianggap kurang stabil dan kekanak-kanakan. Contohnya, dia sibuk berfoto-foto saat hendak menyidangkan perkara di pengadilan.
Sedangkan Heru mantan advokat. Dia dilantik sebagai hakim ad hoc pengadilan tipikor pada 12 April 2011. Heru pernah mengikuti penjaringan calon wakil bupati Grobogan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada 2010. Pria kelahiran Grobogan itu tidak lolos dalam penjaringan tersebut. Dalam penjaringan itu, juga turut M. Yaeni, ketua DPRD Grobogan nonaktif yang kini menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi yang perkaranya disidangkan Kartini cs. (sof/c10/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Hadiri Sidang Isbat, Sikap Muhammadiyah Disesalkan Menag
Redaktur : Tim Redaksi