Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Laskar FPI, Begini Reaksi Rudy Marjono

Selasa, 09 Februari 2021 – 12:54 WIB
Rudy Marjono, selaku kuasa hukum M Suci Khadavi Putra, Lakar FPI saat memberikan keterangan seusai sidang putusan di PN Negeri Jakarta Selatan, Selasa (9/2). Foto: Fransiskus Adryanto Pratama/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah menggelar sidang putusan gugatan praperadilan terkait sah tidaknya penyitaan barang milik M Suci Khadavi Putra, Laskar FPI, Selasa (9/2).

M Suci Khadavi Putra merupakan satu dari enam Laskar FPI yang tewas seusai baku tembak dengan aparat di KM 50, Tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Jawa Barat, 7 Desember 2020 lalu.

BACA JUGA: Sidang Gugatan Praperadilan Habib Rizieq Terancam Gugur, Begini Reaksi Kamil Pasha

Dalam putusannya, majelis hakim tunggal Siti Hamidah menolak permohonan gugatan praperadilan yang dilayangkan keluarga alamarhum M Suci Khadavi Putra.

Gugatan tersebut terkait penyitaan barang pribadi Khadavi, dengan nomor perkara 154/Pid.Pra/2020/PN.JKT.SEL tertanggal 28 Desember 2020. Dalam hal ini, pihak tergugatnya Bareskrim Polri.

BACA JUGA: Habib Rizieq Ajukan Gugatan Praperadilan Lagi, Ini Jadwal Sidang Perdananya

Siti menjelaskan jika mekanisme penyitaan yang dilakukan oleh pihak Bareskrim telah sesuai prosedur yang sebagaimana di atur dalam Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Pasal 214 ayat (1) KUHP.

"Oleh karenanya, hakim berpendapat bahwa penyitaan yang dilakukan oleh pihak termohon terhadap barang-barang milik pemohon telah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam KUHAP, oleh karenanya sah menurut hukum," ungkap Siti dalam putusanya, Selasa.

BACA JUGA: Hakim Vonis Pinangki Penjara 10 Tahun, Lebih Tinggi dari Tuntutan Jaksa

Merespons putusan tersebut, tim kuasa hukum keluarga Khadavi, Rudy Marjono mengatakan pihaknya tetap menghormati putusan hakim yang menolak gugatan praperadilan.

Meski demikian, dia menyoroti aturan dalam KUHP terkait kata "segera" yang dirasa belum menjelaskan batasan waktu terkait penyitaan.

"Pada prinsipnya kami menghormati putusan pengadilan yang memang ada persoalan terkait kata segera. Jadi dalam KUHP itu tidak diatur kata segera itu kapan batasanya. Jadi, tidak diatur seperti yang lain seperti SPDP dan sebagainya itu dibatasi tujuh hari harus segera disampaikan. Tetapi untuk masalah penyiataan ini kata segara belum ada batasan," kata Rudy saat ditemui usai persidangan.

Oleh karena itu, Rudy mengungkapkan, pihaknya akan melakukan judicial review ke Makamah Konstitusi (MK) untuk mendapatkan penjelasan terkait kata segera dalam proses penyitaan barang bukti.

"Jadi alangkah baiknya hal itu akan kita (kuasa hukum keluarga Khadavi) uji lewat JC untuk menegaskan segera itu kapan batasanya. Karena bisa jadi disita hari ini, baru disampaikan dua bulan atau satu bulan kemudian kan tidak jelas kata segera. Kedua, jelas di sini apa yang mereka ajukan izin sita itu (diproses) setelah kita ajukan praperadilan ini," katanya.

"Kemudian terkait dengan masalah barang bukti, menurut putusan hakim ini tetap dalam kuasa pihak penyidik sebagai bukti pokok perkara," katanya.

Faktanya, lanjutnya, Khadavi sudah meninggal dunia, sehingga seharusnya dihentikan secara hukum penyidikanya.

"Karena dihentikan maka secara hukum seharusnya barang bukti ini harus dikembalikan kepada keluarga atau ahli warisnya," tambahnya.

Hanya saja, terkait rencana JR, Rudy belum bisa memastikan kapan akan diajukan ke Makamah Konstitusi.

Sebab, masih dalam tahap perencana dari seluruh kuasa hukum keluarga Khadavi. (cr3/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler