Hakim Tolak Praperadilan Tersangka Korupsi Helikopter AW-101, Begini Alasannya

Selasa, 22 Maret 2022 – 19:13 WIB
Suasana ruang sidang di PN Jaksel. Ilustrasi Foto: Fransiskus Adryanto Pratama/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan tersangka kasus korupsi pengadaan Helikopter AgustaWestland (AW-101) Jhon Irfan Kenway.

Hakim Tunggal Nazar Effriandi merasa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah sesuai prosedur hukumm dalam menjerat Jhon sebagai tersangka.

BACA JUGA: Pakar: Pengadaan Heli AW101 Sesuai Prosedur

"Mengadili, menolak permohonan praperadilan dari pemohon untuk seluruhnya," kata Hakim Nazar dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (22/3).

Jhon Irfan Kenway selaku tersangka mengajukan permohonan praperadilan pada 2 Februari 2022 dan dicatat dengan register perkara 10/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL.

BACA JUGA: Presiden Tolak Pembelian Heli AW101, Begini Respons Politikus Senior PDIP

Dalam permohonannya, Jhon Irfan Kenway meminta hakim tunggal untuk membatalkan statusnya sebagai tersangka dan mencabut pemblokiran aset-aset miliknya dan ibunya.

"Terkait permohonan penghentian penyidikan dan pencabutan status sebagai tersangka sudah melampaui dua tahun, setelah hakim tunggal memperhatikan, melihat dari ketentuan pasal dan permohonan pemohon bahwa permohonan untuk menghentikan penyidikan bukan merupakan objek praperadilan, baru menjadi objek praperadilan kalau termohon ternyata menghentikan penyidikan," kata hakim Nazar.

BACA JUGA: Ada yang Lokal, Tapi Ngotot Beli AW101 = Melanggar UU Industri Pertahanan

Hakim menilai surat-surat yang diajukan KPK untuk menetapkan tersangka Jhon sudah sesuai hukum.

"Hakim tunggal berpendapat maka alasan sudah melampaui dua tahun tidak dapat dijadikan alasan untuk pembatalan termohon sebagai tersangka," ungkap Hakim Nazar.

Pada permohonan kedua, Jhon Irfan meminta untuk membatalkan statusnya sebagai tersangka karena para penyelenggara negara yang tadinya berstatus tersangka sudah dihentikan penyidikannya.

"Hakim tunggal melihat oleh karena hal yang dikemukakan pemohon masuk ranah teknis dalam pengungkapan suatu tindak pidana bukan lagi menyangkut aspek formal maka hakim tunggal sependapat termohon maka alasan-alasan ini harus ditolak," tambah Hakim Nazar.

Hakim juga menolak permohonan ketiga Jhon soal pembatalan penyitaan dan atau pemblokiran aset karena merupakan milik pribadi dan bukan milik PT Diratama Jaya Mandiri.

Hakim tunggal menilai KPK sebagai termohon sudah memberikan bukti-bukti surat yang cukup terhadap alasan pemblokiran.

"Hakim sependapat dengan termohon bahwa pengertian blokir tidak sama dengan penyitaan. Hakim menilai persoalan sudah masuk pembuktian pokok perkara," ungkap hakim.

Dalam dugaan korupsi helikopter militer AgustaWestland (AW) 101, modus yang dilakukan para tersangka dengan melakukan penggelembungan harga (mark up). Awalnya dalam anggaran TNI AU dianggarkan pengadaan Helikopter AW 101 untuk VVIP senilai Rp 738 miliar. Namun, atas perintah Presiden Joko Widodo maka pengadaan itu dibatalkan.

Namun ternyata muncul perjanjian kontrak No. KJP/3000/1192/DA/RM/2016/AU tanggal 29 Juli 2016 antara Mabes TNI AU dengan PT Diratama Jaya Mandiri tentang pengadaan heli angkut AW-101. PT Diratama Jaya Mandiri sudah membuat kontrak langsung dengan produsen Helikopter AW-101 senilai Rp514 miliar

Helikopter AW 101 untuk kendaraan angkut itu datang pada akhir Januari 2017, tetapi belum pernah digunakan hingga saat ini. Penyidik POM TNI sudah memblokir rekening atas nama PT Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang sebesar Rp 139 miliar.

Panglima TNI saat itu, Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan ada potensi kerugian negara sebesar Rp 224 miliar dalam pengadaan Helikopter AW-101.

Puspom TNI telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap lima tersangka kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter AW-101.

Lima tersangka dari unsur militer, yaitu Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachry Adamy. Fachry adalah mantan Pejabat Pembuat Komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017.

Tersangka lainnya Letnan Kolonel TNI AU (Adm) WW selaku mantan Pekas Mabesau, Pelda SS selaku Bauryar Pekas Diskuau; Kolonel (Purn) FTS selaku mantan Sesdisadaau; dan Marsekal Muda TNI (Purn) SB selaku Staf Khusus Kasau (mantan Asrena Kasau). (tan/jpnn/antara)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Biaya Pemeliharaan AW101 Jauh Lebih Mahal dari Super Puma Family


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
KPK   Praperadilan   AW101   pengadilan  

Terpopuler