Himpunan Kontraktor Muda Indonesia (Hakmi), menegaskan masalah ini jangan dibiarkan berlarut dan seyogyanya Presiden SBY tidak lagi menyerahkan kebijakan pengaturannya kepada Menteri PU. Mengingat lelang jasa konstruksi tidak hanya di Departemen PU tetapi hampir di Kementrian.
"Sehingga Presiden SBY lah yang harus mengambil alih penyelesaian dualisme LPJK dan membuat keputusan yang benar sesuai amanat Undang-Undang Jasa Konstruksi," kata Ketua Umum Hakmi, Ikbal Basir Khan, dalam siaran persnya, Senin, (13/8).
Persoalan yang terjadi, menurut Ikbal adalah, SBU dan sertifikat tenaga ahli menjadi persyaratan wajib dalam pelelangan, sehingga jika sertifikat itu cacat hukum bisa mengakibatkan tidak sah atau batalnya proses pelelangan. Nah masalahnya, sebahagian proyek APBN/APBD telah selesai dilelang, bahkan banyak proyek yang sudah selesai dikerjakan 100 persen, dan dalam proses lelangnya itu menggunakan sertifikat yang diterbitkan oleh LPJK versi Menteri PU.
"Kami khawatirkan kontraktor lagi-lagi yang menanggung beban kerugian apabila ada persoalan hukum yang timbul di kemudian hari," kesal Ikbal.
Sebagaimana diketahui, menteri PU telah membentuk LPJKN yang beralamat di Gedung Balai Krida, Jalan Pattimura, Jakarta Selatan. LPJK ini diberikan kewenangan menerbitkan SBU dan SKA dengan tidak lagi mengakui Keberadaan LPJK sebelumnya yang telah tiga periode telah melaksanakan Munas yang belalamat di Jalan Alteleri, Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Kemudian setelah kisruh berkepanjangan terbitlah putusan PTUN Nomor W2- TUN-1-862/HK.06/VIII/2012, tertanggal 2 Agustus 2012, yang intinya LPJIK bentukan Menteri PU tidak berhak lagi menggunakan nama dan logo LPJK hingga segala sesuatu yang diterbitkan oleh lembaga ini menggunakan logo LPJK versi Munas yang diketuai Rendy Lamadjido.(Fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dorong Pengembangan Merek Untuk UKM
Redaktur : Tim Redaksi