jpnn.com - Halie Cousineau pertama kali ke Indonesia pada 2012. Hingga kini, dia terus merawat kecintaannya kepada Indonesia dengan berkarya, berkunjung, serta berbagi.
Wartawan Jawa Pos Radar Kediri MOHAMMAD SYIFA turut menghadiri pembukaan pameran foto dan buku karyanya di Athens, Amerika Serikat (AS).
---
BERBAGAI penjuru Nusa Tenggara Barat dikunjungi perempuan asal AS itu. Mulai gunung, pantai, sampai pulau. Semuanya berkesan.
BACA JUGA: Pupuk Indonesia Genjot Semangat Petani Bawang Sembalun Lewat Demplot
Tapi, hanya ada satu tempat yang benar-benar membuatnya jatuh cinta: Sembalun. ”Suasananya masih sangat asri dan alami. Orang-orangnya juga sangat ramah,” ujar Halie Cousineau, perempuan itu.
Dan kecintaan kepada kawasan lereng Gunung Rinjani itulah yang kemudian dia pamerkan di Athens, Ohio, AS. Dalam bentuk serangkaian foto serta buku yang juga berisi kumpulan hasil jepretannya.
Semuanya tentang Indonesia. Lebih khusus lagi Sembalun. ”Karena ini juga merupakan bagian dari riset yang saya lakukan saat mengambil pendidikan master,” sambungnya di sela pameran yang akan berlangsung sebulan mulai Minggu pekan lalu (8/10) itu.
Bagi jebolan Jurusan Photojournalism Ohio University tersebut, Indonesia memang bak negeri keduanya.
Negeri tempat hatinya tertambat sejak kali pertama berkunjung pada 2012. Negeri tempat kemampuan fotografinya menemukan ”jodohnya”.
Dan, di antara berbagai kawasan di Indonesia tempat dia berburu foto, Sembalun yang paling membuatnya benar-benar merasa ”at home”.
Sembalun adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Lombok Timur. Kawasan seluas 217,08 kilometer persegi itu merupakan pintu masuk utama ke Gunung Rinjani.
Rute umum pendakian gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia tersebut biasanya dimulai dari Sembalun dan turun melalui Senaru.
Kecamatan Sembalun terdiri atas enam desa. Desa-desa itu rata-rata berada di ketinggian 800 hingga 1.200 meter di atas permukaan laut.
Sebelum akhirnya tertambat di Sembalun, persentuhan Halie Cousineau dengan Indonesia dimulai ketika dia bermaksud mempelajari hutan hujan tropis. Ada tiga pilihan yang dia pertimbangkan: Kongo, Brasil, dan Indonesia.
Indonesia menjadi pilihan terakhir karena perempuan 28 tahun tersebut memang belum berpikir untuk berkunjung ke negeri ini saat itu.
Hingga akhirnya pada 2012, dia berkesempatan menginjakkan kaki di Indonesia karena terlibat dalam sebuah program selama empat bulan.
Pada tahun itu pula penyuka traveling tersebut berkesempatan bekerja dan tinggal di Jakarta. Lalu mengunjungi Bali dan Sumatera. ”Hingga ada kolega saya yang menyarankan untuk mengunjungi Lombok,” kenangnya.
Foto-foto Halie tentang Sembalun, seperti juga sebagian bisa dilihat di Squarespace, tak hanya memotret keelokan alam. Tapi juga ragam keseharian warga di sana.
Kedekatan personalnya dengan objek foto sangat terlihat. Halie seolah berbincang dengan mereka. Mulai anak-anak, remaja, sampai orang tua, semua terlihat nyaman di depan kamera.
Dan memang Halie terus merawat kedekatan dengan Sembalun itu. Selain tiap liburan musim panas selalu mampir, sebagian hasil penjualan foto dan buku akan dia sumbangkan untuk sejumlah komunitas di sana. ”Ini bentuk kecintaan saya kepada Indonesia,” katanya.
Berbagai karyanya tentang Sembalun juga dimaksudkan untuk memberikan kesadaran dan pengetahuan bagi warga sekitar agar menjaga lingkungan. Kebetulan, itu pula yang menjadi topik tesisnya dan mengantarkannya lulus pada 2016.
Selain itu, tiap kali berkunjung ke sana, Halie selalu menyempatkan diri memberikan pelatihan fotografi kepada komunitas pemuda setempat.
Dia berharap para pemuda di sana memiliki skill tentang komunikasi visual dan bisa berkontribusi untuk lingkungannya.
”Meski sekarang di sini (AS), saya masih rajin berkomunikasi dengan mereka lewat media sosial,” ungkapnya.
Teks dalam buku foto juga ditulis dalam dua bahasa: Inggris dan Indonesia. Versi bahasa Indonesianya bahkan dia tulis sendiri sesuai kemampuan.
Saat menempuh pendidikan master, Halie memang juga mengambil kelas bahasa Indonesia. Dia juga banyak berinteraksi dengan warga dan pelajar Indonesia yang ada di Athens.
Bahkan sempat aktif sebagai wakil presiden pada Southeast Asian Students Association (SEASA), sebuah organisasi pelajar Asia Tenggara di Ohio University.
”Kalau benar-benar merasa kesulitan, baru saya akan meminta bantuan teman yang orang Indonesia,” kata perempuan yang menyelesaikan program masternya tahun lalu itu.
Pada pertengahan 2017, Halie juga sempat mendapatkan beasiswa bersama beberapa warga AS lainnya untuk belajar bahasa Indonesia di Malang, Jawa Timur.
”Tapi, saya tetap butuh orang untuk berbicara bahasa Indonesia di Amerika agar tidak lupa,” ujar perempuan yang mengaku sempat ngefans pada klub sepak bola kebanggaan warga Malang, Arema, itu.
Kini, setelah berhasil menghelat pameran fotografi dan menerbitkan buku tentang Indonesia, Halie masih punya sederet rencana lain.
Salah satunya menggelar pameran foto dan menerbitkan buku dari karya anak-anak muda binaannya di Sembalun.
”Saya sedang mencari sponsor untuk mewujudkannya,” kata Halie yang Desember ini akan kembali datang ke Indonesia bersama orang tuanya.
Selain itu, Halie ingin melanjutkan pendidikan ke program doktoral (S-3). Tetap dengan fokus studi tentang Indonesia. ”Saya sudah telanjur jatuh cinta,” ucapnya. (*/hid/c9/ttg)
Redaktur : Tim Redaksi