Hamdan Sebut Penerapan Syariat Islam Tak Bertentangan dengan Sistem Hukum

Kamis, 18 Juli 2024 – 21:47 WIB
Ketua Mahkamah Konstitusi 2013-2015 Hamdan Zoelva menyebut penerapan syariat Islam tak bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Foto: PBB.

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi 2013-2015 Hamdan Zoelva menilai penerapan Syariat Islam tidak bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia saat ini.

Dia menyatakan pandangannya pada bedah buku 'Penegakan Syari'at Islam di Indonesia', karya Prof. Dr. Rifyal Ka’bah, M.A di Markas DPP Partai Bulan Bintang (PBB), Jakarta, Kamis (18/7).

BACA JUGA: Bappilu PBB Punya Strategi Khusus Hadapi Pilkada 2024

Bedah buku digelar PBB bekerja sama dengan Rifyal Ka’bah Foundation. Selain Hamdan, pembicara lain yakni Ketua Umum Gerakan Riset Indonesia Lalu Zulkifli. Hadir Pembina Rifyal Ka'bah Foundation Hamidah Yacoub dan Ketua Syahril Mukhtar.

Hamdan di awal pemaparannya mengatakan telah menyampaikan isi buku dimaksud dalam berbagai seminar dan pengajaran, khususnya berkaitan dengan hukum Islam sepanjang reformasi, antara akhir 1990-an sampai 2002.

BACA JUGA: Integrasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum di Indonesia: Suatu Kajian Filsafat Hukum

Menurut Hamdan isi buku menunjukkan betapa pentingnya memahami syariat Islam dan bagaimana penerapannya di Indonesia.

Mantan kader PBB ini menilai penegakan syariat Islam di Indonesia harus mempergunakan cara transformasi.

BACA JUGA: Kepengurusan Baru PBB Dinilai Cacat, Kemenkumham Diminta Cabut SK

Yakni, mentransformasikan syariah dan fiqh hasil pemikiran para ulama dalam peraturan perundang-undangan tertulis, sehingga penerapannya cocok dengan perkembangan zaman dan kondisi Indonesia.

"Dari segi dasar konstitusional tidak ada masalah dengan transformasi syariat atau hukum Islam ke dalam hukum nasional Indonesia. Namun, hal ini sangat tergantung pada kemauan politik pembentuk undang-undang untuk melakukannya," ujar Hamdan.

Hamdan lebih lanjut mengatakan dalam buku tersebut penulis membagi syariat dalam dua kelompok besar. Yaitu syariat yang bersifat diyani dan bersifat qadha’i.

Hamdan yang juga pengawas Rifyal Ka'bah Foundation ini menilai kerancuan pemahaman dalam penerapan syariat terletak pada ketidakmampuan membedakan antara syariat diyani yang terkait dengan masalah ubudiyah dan syariat qadha’i yang terkait dengan amaliah kehidupan keduniaan untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial dan kenegaraan.

“Nah, proses transformasi yang harus dilakukan adalah transformasi syariat yang qadha’i itu dalam perundang-undangan untuk mengatasi masalah sosial dan keduniaan,” ucapnya.

Hamdan mengatakan Rifyal Ka’bah merupakan salah satu mantan ketua DPP PBB. Rifyal juga pernah menjadi Dewan Pakar Hukum Depkeh dan HAM.

Penerapan syariat Islam merupakan salah satu perjuangan mantan Hakim Agung Rifyal Ka'bah. Hal tersebut terekam dalam buku Penegakan Syari'at Islam di Indonesia.

“Ini sebuah buku karya akademisi Hakim Agung RI yang luar biasa. Cita-cita beliau sekarang sudah banyak menjadi hukum nasional dan banyak menjadi undang-undang. Buku ini sangat penting dibaca oleh politikus dari partai-partai Islam, khususnya kader-kader PBB,” katanya.

Hamdan dalam pandangannya juga menyatakan optimismenya hukum syariat Islam akan terus berkembang seiring perkembangan waktu dan kehidupan.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yusril Mundur, Fahri Pimpin Partai Bulan Bintang


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler