jpnn.com, SOE - Fraksi Partai Hanura, Fraksi PKB dan Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten TTS yang memilih menggunakan hak angket guna melakukan penyelidikan defisit APBD TTS tahun 2017 mengaku, mulai ada upaya-upaya pencekalan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah, kehadiran anggota DPRD mengikuti sidang mulai berkurang.
Sehingga, kerap kali sidang diskors karena anggota tidak memenuhi jumlah. Tindakan itu dinilai sebagai upaya yang dimainkan oleh fraksi-fraksi yang tidak mendukung pengajuan hak angket.
BACA JUGA: Khofifah Serius Maju, Akan Daftar Lewat Demokrat
Dalam jumpa pers yang dilakukan fraksi pengusung hak angket yang digelar di ruang Komisi III DPRD TTS, Jumat (21/7) lalu, David Boimau mengemukakan, fraksi pengusung hak angket akan terus berupaya untuk meloloskan hak angket, agar melakukan penyelidikan terhadap kesimpangsiuran angka APBD TTS. Karena, pemerintah menyedorkan angka APBD berbeda-beda. Bahkan, dalam pertemuan terbatas antara fraksi pengusung hak angket dan pemerintah, malah dimunculkan angka baru.
Karena dalam pertemuan terbatas diinformasikan pemerintah bahwa terdapat surplus anggaran senilai Rp 48,7 miliar. Anehnya, angka itu muncul setelah pemerintah melakukan penyempurnaan. Meski demikian, fraksi pengusung hak angket masih menunggu pemerintah untuk mendapatkan dokumen penyempurnaan itu, guna melakukan penyesuaian.
BACA JUGA: PKB: Tugas Negara Membubarkan Ormas Anti-Pancasila
Namun pada prinsipnya, fraksi pengusung hak angket tidak akan menerima penyempurnaan itu, jika pemerintah tetap ngotot untuk melakukan rasionalisasi senilai Rp 191 miliar untuk menutupi defisit senilai Rp 174 miliar.
Karena, rasionalisasi yang dilakukan pemerintah secara sepihak dan merasionalisasi anggaran belanja publik, sehingga program dan kegiatan yang telah dianggarkan dalam Perda APBD TTS tahun 2017 dikangkangi oleh pemerintah. Fraksi pengusung hak angket ingin pemerintah tetap mengacu pada Perda APBD TTS Nomor 9/2017.
BACA JUGA: Gerindra Keluar dari Pansus Angket KPK, Demokrat: Alhamdulillah Cerdas
"Publik sebagai objek pembangunan sangat dirugikan dan jika DPRD TTS sebagai representasi masyarakat TTS tidak memperjuangkan hak rakyat itu, maka DPRD sangat berdosa terhadap rakyat TTS," kata David.
Dikatakan, defisit yang dimunculkan pemerintah sesungguhnya masih dapat ditanggulangi dengan dana luncuran sebesar Rp 19 miliar dan dana tunjangan profesi guru (TPG) senilai Rp 42 miliar. Khusus dana TPG muncul perbedaan pendapat antara DPRD dan pemerintah yang sama-sama mengaku konsultasikan anggaran itu di Kemenkeu.
Informasi pemerintah bahwa dana tersebut tidak dapat dicairkan, karena dana TPG yang ditransfer pemerintah pusat tahun 2015, hingga saat ini masih tersisa Rp 16 miliar di rekening kas Pemkab TTS. Sementara, sesuai ketentuan pemerintah pusat akan mentransfer lagi dana TPG, jika dana tersebut sudah habis terpakai.
Sementara DPRD yang juga konsultasi di Kemenkeu mengaku dana TPG sesungguhnya dapat dicairkan, jika Pemkab TTS mengirimkan data dapodik guru penerima dana TPG. Namun selama ini Pemkab TTS tidak mengirim dapodik kepada pemerintah pusat, sehingga dana tersebut belum bisa dicairkan.
"Data jumlah guru penerima dana TPG saja pemerintah tidak tahu. Bagaimana anggaran TPG mau cair lagi. Kalau pemerintah mau serius saja urus ini daerah, banyak anggaran pusat yang bisa dicairkan ke daerah untuk membiayai pembangunan," tegas David.
Sementara, Ketua Fraksi PKB, Relygius Usfunan mengatakan, hak angket patut didukung semua pihak, termasuk masyarakat Kabupaten TTS. Karena jika hak angket dapat dilakukan, maka semua angka APBD dan proses pembiayaan kegiatan akan terkuak.
Dengan demikian, masyarakat TTS akan secara terang benderang mengetahui berapa anggaran yang ada di TTS, cara penggunaannya seperti apa, sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau tidak serta jika terdapat kekurangan, maka dapat bersama-sama mencarikan solusi agar ke depan proses pembangunan di TTS dapat berlangsung lancar dan baik sehingga kesejahteraan masyarakat TTS dapat segera diwujudkan.
"Kalau kita alergi terhadap hak angket, terus sampai kapan kita bisa benahi pola pembangunan di TTS. Karena tujuan hak angket tidak hanya untuk menggulingkan kepala daerah, tetapi hak angket yang digunakan saat ini adalah hak angket penyelidikan. Ini perlu kita luruskan, karena banyak yang berpendapat bahwa fraksi pengusung hak angket untuk menggulingkan pemerintahan yang sekarang. Sehingga, dikait-kaitkan dengan kepentingan politik dan sebagainya,” kata Relygius.
“Motivasi kami bukan itu, tetapi untuk melakukan pembenahan terhadap pembangunan di daerah ini. Jika dalam penyelidikan dan mendapatkan prosedur yang salah, maka tentu akan diproses hukum dan kita sebagai warga negara harus menghargai itu jika kita ingin daerah kita maju," ujar Relygius lagi.
Sedangkan, Arifin Betty menduga, munculnya defisit kemudian dilakukan rasionalisasi serta dalam perjalanan muncul lagi surplus setelah pemerintah melakukan penyempurnaan, merupakan bentuk kepanikan pemerintah dalam menghadapi persoalan tersebut. Untuk itu, ia menduga kuat bahwa dana Silpa tahun 2016 senilai Rp 115 miliar hanya berupa angka di atas kertas. Namun fisik anggaran nihil.
Ia meminta fraksi-fraksi di DPRD mendukung pengajuan hak angket guna melakukan penyelidikan untuk mengetahui persoalan di TTS secara terang benderang terkait anggaran dan pengelolaan yang dilakukan selama ini.
Ia mengatakan, jika hak angket dapat berjalan, bisa mengetahui proses program luncuran yang setiap tahun nilainya cukup fantastis. Padahal, jika mengacu pada aturan standar program luncuran adalah ketika terjadi force majeur. Sementara, selama ini tidak terjadi fenomena alam yang luar biasa, sehingga pelaksanaan program kegiatan terhambat akibat kondisi alam.
"Jadi kita bisa tahu alasan pemerintah luncurkan program kegiatan karena apa dan menggunakan standar yang mana. Karena setiap tahun luncuran banyak sekali dan itu membebani daerah. Padahal, kalau kita mau taat aturan, kalau pihak ketiga tidak mampu kerja sesuai kontrak yang disepakati, dilakukan PHK dan dianggarkan pada tahun berikut. Saya khawatir, selama ini banyak program yang diluncurkan karena ada konspirasi antara kontraktor dan pemerintah. Nah, ini yang perlu kita selidiki," jelas Arifin.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD TTS, Beni Banamtua mengatakan, setiap daerah mengalami defisit anggaran hanya saja penanganan defisitnya yang berbeda-beda. Di TTS penanganan defisit sangat merugikan rakyat, karena anggaran belanja publik yang dipotong. Sementara belanja pegawai ditiadakan. Jika pola pembangunan seperti yang dilakukan Pemerintah TTS, maka mau sampai kapanpun TTS akan sulit berkembang karena pemerintah lebih mementingkan dirinya daripada kepentingan rakyat.
Karena itu, katanya, hak angket merupakan langkah yang tepat untuk membuka semua tabir pemerintah dan menyamakan persepsi untuk bersama membangun daerah dengan tekat dan semangat yang selaras.
"Kalau kita biarkan ini terus terjadi, terus sampai kapan kita mau tahu. Jadi biarlah hak angket berproses untuk jalan, supaya kita sama-sama tahu tentang semua persoalan yang ada di daerah kita. Perbedaan angka yang selama ini terjadi, tentu ada masalah, maka hal itu bisa terjadi. Jadi mari kita berikan kesempatan kepada pengusung hak angket untuk bekerja dan saya berharap kita semua harus memberikan dukungan demi kepentingan kemajuan TTS ke depan," ungkap Beni.(yop/ays)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demokrat Nilai Kicauan Yulianis tak Berarti
Redaktur & Reporter : Friederich