Hanya 13,5 Persen Guru Berpotensi jadi Penggerak

Rabu, 11 Maret 2020 – 09:18 WIB
Indra Charismiadji. Foto: Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA BARAT - Pengamat dan praktisi pendidikan abad 21 Indra Charismiadji mengungkapkan, hanya 13,5 persen guru dari total 3 juta pendidik yang berpotensi menjadi penggerak. Itupun mereka harus dilatih untuk “melompati jurang”.

"Kemampuan guru PNS maupun honorer kita didominasi di level mayoritas awal dan lambat sesuai teori Everett M. Rogers, seorang pakar ilmu sosial dalam teori difusi inovasi," kata Indra kepada JPNN.com, Rabu (11/3).

BACA JUGA: Indra Charismiadji: 97,5% Guru tak Paham Teknologi Informasi

Kondisi ini menurutnya akan menyulitkan Mendikbud Nadiem Makarim dalam program guru penggerak.

Angka 13,5 persen atau sekitar 400 ribu guru yang berpotensi menjadi penggerak. itupun baru di level pengadopsi awal. Mereka harus dilatih sekitar enam bulan sampai setahun. Bila kurang dari enam bulan, target yang diharapkan tidak akan tercapai.

BACA JUGA: Pesan Korwil K2 Jatim untuk Para Guru Honorer Nonkategori

"Jika tahun ini difokuskan untuk menyiapan para pelatih guru penggerak, maka mulai 2021 cukup melatih 100 ribu guru penggerak per tahun saja," terangnya.

Jumlah ini, lanjut Indra, jika dibagi dengan jumlah LPTK (lembaga pendidikan tenaga kependidikan) penyelenggara PPG (program pendidikan guru) sejumlah 65 dan pusat pelatihan Kemendikbud (PPPTK dan LPMP) dengan jumlah 35, maka setiap tempat pelatihan cukup melatih 1000 orang guru penggerak saja per tahun. Jumlah yang mudah dikelola dan hasilnya juga mudah dipertanggungjawabkan.

BACA JUGA: Sambil Menangis, Lina Guru Honorer Nonkategori: Pak Jokowi Orangnya Baik

Indra membeberkan, sesuai teori Alvin Toffler, di abad 21 ini, mereka yang disebut tuna aksara atau buta huruf bukanlah yang tidak bisa membaca dan menulis, melainkan mereka yang tidak bisa learn, unlearn, dan relearn.

"Untuk menjadi guru penggerak tidak bisa disiapkan dalam konsep learn, melainkan harus unlearn baru kemudian relearn," ucapnya.

Lokakarya yang selama ini diberikan oleh Kemendikbud akan diterima dengan konsep learn, analoginya sama dengan mengisi sebuah gelas. Apabila gelasnya sudah penuh maka apapun yang diisi hanya akan tumpah.

Para guru sudah penuh otaknya dengan konsep pendidikan lama. Di mana guru menjadi satu-satunya sumber belajar dan pola pendidikannya didorong oleh pola manufaktur.

"Agar berubah menjadi guru penggerak mereka harus di unlearn dulu konsep pedagoginya, analoginya seperti membuang isi didalam gelas. Proses unlearn ini butuh waktu yang cukup panjang karena mengubah suatu kebiasaan," terang direktur eksekutif CERDAS (Center for Education Regulations & Development Analysis) ini lagi.

Indra mencontohkan Singapura, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Thailand, proses unlearn membutuhkan waktu minimum 6 bulan sampai dengan 12 bulan. Setelah unlearn, proses relearn atau mengisi gelas dengan isi baru akan cepat sekali. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler