Hanya Obat Masuk Angin, NU Tolak BLSM

Jumat, 31 Mei 2013 – 06:42 WIB
JAKARTA--Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) termasuk yang mempersilakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Meski begitu, Ketua Umum PB NU KH Said Aqil Siradj tetap mengingatkan agar kebijakan tersebut dipersiapkan sematang mungkin.
 
"Jika memang keputusan (kenaikan harga BBM) itu harus diambil untuk menghindari negara bangkrut, silakan. Saya yakin pemerintah sudah memperhitungkannya. Ini harus dilakukan dengan cermat," kata Said Aqil di kantor PB NU, Jakarta, Kamis (30/5).

Namun, meski memberikan lampu hijau atas rencana menaikkan harga BBM, Said menolak rencana lanjutan pemerintah memberikan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Salah satu jenis kompensasi yang disiapkan pemerintah "sejenis bantuan langsung tunai"  tersebut dianggap tidak mendidik masyarakat. "BLSM itu hanya obat masuk angin, saya tidak setuju," tegas peraih gelar doktor dari Universitas Ummul Qura", Makkah, itu.

Lebih lanjut, Said Aqil menyatakan bahwa pemerintah justru dituntut bisa menciptakan penyeimbang yang tepat atas kenaikan harga BBM. Misalnya, menekan berbagai kemungkinan terkereknya harga kebutuhan pokok.  "Dengan menaikkan harga BBM, subsidi yang dikeluarkan juga bisa ditekan. Alihkan penggunaan subsidi itu secara tepat. Misalnya, untuk meningkatkan mutu pendidikan, harga pupuk dan listrik jangan dimahalkan, dan kebutuhan di masyarakat lainnya harus bisa dijamin," tandasnya.

Di bagian lain, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto mendukung kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Pasalnya, saat ini APBN sudah menanggung beban berat untuk subsidi energi. "Beban sudah terlalu berat untuk ekonomi nasional," kata Prabowo dalam sebuah diskusi di Jakarta kemarin.

Namun, skema kompensasi dengan memberikan BLSM perlu dipertimbangkan kembali. Menurut Prabowo, pemerintah harus mencari opsi lain yang tetap bisa melindungi kepentingan masyarakat miskin. "Selain BLSM, perlu dicari jalan lain," katanya. Misalnya, menyiapkan program padat karya bagi masyarakat.

Untuk jangka panjang, lanjut dia, pemerintah perlu memikirkan ketersediaan cadangan minyak yang terus menipis. Saat ini konsumsi BBM setiap tahun meningkat 10 juta barel. Jika cadangan minyak habis, harus diganti dengan energi dari batu bara, gas alam, atau sumber alternatif yang lain.

"Dalam satu setengah generasi, Indonesia akan sepenuhnya bergantung kepada impor untuk semua kebutuhan energi, kecuali bangsa mempersiapkan untuk mencari energi alternatif," urai mantan Pangkostrad itu. (dyn/fal/c4/fat)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PKS Tanyakan Pelaporan Penyidik KPK

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler