Hardjuno Wiwoho Soroti Kinerja Satgas BLBI, Menohok

Rabu, 21 Agustus 2024 – 22:02 WIB
Pegiat antikorupsi yang juga pengamat hukum Hardjuno Wiwoho. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Pegiat antikorupsi yang juga pengamat hukum Hardjuno Wiwoho menyoroti kinerja Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI).

Menurut Hadjuno, kinerja Satgas BLBI mengecewakan karena nilai kerugian negara yang berhasil diselamatkan sangat kecil dan masih jauh dari harapan.

BACA JUGA: Satgas BLBI Sudah Serahkan Aset Sebesar Rp 2,77 Triliun ke Negara

Angka ini tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan negara untuk mendanai kegiatan Satgas BLBI ini.

“Terus terang, agak mengecewakan melihat hasil kerja satgas BLBI ini. Padahal waktunya (masa kerja Satgas BLBI, red) cukup panjang,” ujar Hardjuno Wiwoho di Jakarta, Rabu (21/8).

BACA JUGA: Menko Polhukam Sebut Masa Tugas Satgas BLBI Bakal Diperpanjang

Tercatat hingga semester satu tahun 2024, Satgas BLBI telah membukukan perolehan aset eks BLBI sebesar 44,7 juta meter persegi dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 38,2 triliun.

Ini artinya 34,59% hak tagih negara telah berhasil dikembalikan oleh Satgas BLBI dari kewajiban sebesar Rp 110,45 triliun.

BACA JUGA: Vietnam Tengah Menghadapi Skandal Korupsi Perbankan, HMS Center: Mirip Kasus BLBI di Indonesia

Hardjuno mengatakan pencapaian kinerja Satgas BLBI tersebut masih jauh dari harapan.

Artinya, sejak dibentuk pada tahun 2021, perolehan Satgas BLBI belum mencapai 50% dari kewajiban.

Hal tersebut membuktikan masalah BLBI memang cukup kompleks, yakni perpaduan antara moral hazard para pihak yang terlibat dan menarik kepentingan ekonomi politik yang cukup kuat di dalam kasus tersebut.

“Fakta bahwa BLBI dahulu diberikan kepada debitur dalam bentuk tunai, sementara jumlah tunai yang yang dikumpulkan Satgas BLBI hanya Rp 1,5 triliun, jelas tidak sesuai espektasi publik,” ujar Hardjuno.

Semestinya, tegas Hardjuno, BLBI, yang awalnya diberikan pada akhir 1990-an untuk menyelamatkan perbankan nasional seharusnya dikembalikan dengan hasil yang setara.

Namun, setelah bertahun-tahun upaya penagihan, dana tunai yang berhasil dikumpulkan jauh dari harapan.

Sebagian besar aset yang disita berupa properti dan barang jaminan yang nilai moneternya belum terealisasi sepenuhnya.

“Konversi aset non-tunai menjadi dana yang dapat langsung digunakan oleh negara seharusnya menjadi prioritas. Tanpa itu, hasilnya hanya akan menjadi sekumpulan aset yang belum tentu mudah dimonetisasi,” tegas Hardjuno.

Yang lebih mengkhawatirkan lagi, ketika menghitung bunga sebesar 6% per tahun sejak Januari 1998 hingga 2024, nilai yang seharusnya dikembalikan oleh para debitur menjadi sekitar Rp 502,48 triliun.

Ini berarti bahwa bukan hanya pokok BLBI yang belum tertagih, tetapi juga bunga yang terus bertambah selama lebih dari 26 tahun.

“Dengan bunga yang sudah mencapai ratusan triliun rupiah, terlihat betapa besar kerugian negara jika masalah ini tidak segera diselesaikan,” ujar Hardjuno.

Dengan masa tugas Satgas BLBI yang akan berakhir pada Desember 2024 dan pergantian kekuasaan dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto yang dijadwalkan pada Oktober, muncul kekhawatiran serius tentang nasib penagihan utang BLBI.

Setiap pergantian kepemimpinan membawa risiko perubahan kebijakan dan prioritas, yang bisa memengaruhi keberlanjutan upaya penuntasan BLBI ini.

“Jika pemerintahan baru tidak memberikan dukungan penuh, ada risiko bahwa upaya pengembalian dana BLBI akan terhenti atau kehilangan momentum,” kata Hardjuno.

Hardjuno juga menekankan pentingnya pemerintah baru untuk memastikan bahwa penyelesaian masalah BLBI tetap menjadi prioritas utama.

Dengan masih ada sekitar Rp 72,25 triliun yang belum tertagih, dan nilai yang seharusnya dikembalikan termasuk bunga mencapai Rp 502,48 triliun, upaya untuk mengembalikan uang rakyat ini harus terus didorong.

"Tanpa komitmen kuat dari semua pihak, pencapaian Satgas BLBI ini mungkin hanya akan menjadi catatan sejarah tanpa dampak nyata bagi keuangan negara dan kesejahteraan rakyat,” ujar Hardjuno.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler