Harga BBM Bakal Naik Lagi

Kamis, 03 April 2014 – 08:42 WIB

JAKARTA - Kanker subsidi di anggaran pemerintah yang semakin meyiksa memaksa pemerintah membuka lagi pilihan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pengambil kebijakan menilai subsidi energi sangat perlu dikurangi secara simultan.
        
"Tidak menutup kemungkinan (BBM naik). Tahun ini mungkin saja," ungkap Pelaksana Tugas Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto, di acara peluncuran buku laporan ekonomi Bank Indonesia (BI), di Gedung BI, Rabu (2/4).
       
Andin memaparkan, kebijakan ini perlu diambil sebab saat ini pemerintah tengah berupaya melakukan reformasi subsidi agar efisien dan tepat sasaran. Pihaknya bercermin ke beberapa negara berkembang yang berhasil dalam reformasi subsidi seperti Turki, Afrika Selatan, dan Filiphina. "Mereka subsidinya konsisten dan terukur. Tidak bisa sporadis pada saat kita perlu," paparnya.
       
Oleh karena itu, pihaknya bakal membikin sebuah road map dalam jangka menengah, agar subsidi energi tersebut berjalan konsisten pada saat perlu maupun tidak perlu. "Supaya konsisten, paling mudah melalui pengetatan dari sisi permintaan dengan mengurangi subsidi. Biasanya saat kepepet kita menjadi cerdas seperti pada 2013, dengan menaikkan harga BBM 44 persen," ujarnya.
      
Sementara itu, Deputi Gubernur Senior (DGS) BI Mirza Adityaswara mengungkapkan, pengurangan subsidi BBM perlu dilakukan untuk mencapai target inflasi yang rendah pada jangka menengah-panjang. "Negara lain yang tidak menyubsidi energi, atau subsidi energinya fixed, cenderung tak mengalami lonjakan kenaikan harga BBM," ujarnya.
     
Karena itu, menurut mantan ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tersebut, perlu ada perencanaan dalam jangka menengah untuk mengubah sistem subsidi menjadi fixed subsidi yang lebih pasti. "Kalau ada fixed subsidi, pertama dinaikkan akan ada kontraksi inflasi. Namun seterusnya sudah tidak," jelasnya.
      
Jika menggunakan fixed subsidi, ia. Juga optimistis inflasi bisa dijaga di level 2 persen. Tidak pelak, kebijakan suku bunga rendah pun akan lebih mudah tercapai. "Kalau ingin seperti Thailand dan Filiphina yang suku bunganya 3-4 persen, inflasi Indonesia harus 2 persen. Karena itu inflasi harus stabil," tuturnya.
     
Rekomendasi kenaikan harga BBM subsidi memang selalu disuarakan berbagai institusi asing. Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Ndiame Diop mengatakan, masalah utama penghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah minimnya infrastruktur. Sayangnya, pemerintah selalu kesulitan membangun infrastruktur karena kurangnya anggaran. 'Ini karena dana APBN terlalu banyak disedot untuk subsidi BBM,' ujarnya.
    
Menurut Ndiame, besarnya subsidi BBM juga memicu rangkaian efek negatif bagi Indonesia, mulai dari borosnya konsumsi BBM karena harga yang murah, tingginya impor BBM yang membebani neraca perdagangan, hingga sulitnya pengembangan energi alternatif karena kalah bersaing dengan BBM. 'Apalagi, subsidi BBM juga salah sasaran karena lebih banyak dinikmati masyarakat kaya,' katanya.
    
Hal senada disampaikan Deputy Country Director Asian Development Bank (ADB) Edimon Ginting. Menurut dia, Indonesia harus serius menjalankan reformasi dalam subsidi BBM. 'Program pembatasan konsumsi BBM (untuk mobil) memang bisa membantu. Tapi, langkah paling efektif tetap dengan menaikkan harga BBM,' ucapnya.
      
Edimon mengatakan, semakin cepat dilakukan, pengurangan subsidi BBM akan makin baik bagi perekonomian di jangka menengah dan panjang. Namun demikian, dia mengakui jika pemerintah akan berat untuk menaikkan harga BBM subsidi pada tahun Pemilu ini. 'Saya kira pasar (investor, Red) bisa memahami hal ini. Tapi, pemerintahan berikutnya harus berani menaikkan harga BBM,' katanya. (gal/owi/kim)

BACA JUGA: Produksi Gula Diprediksi 2,9 Juta

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengelola Bandara Soetta Minta Masyarakat tak Beli Tiket Calo


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler