Harga BBM Bersubsidi Terlalu Murah

Selasa, 04 Juni 2013 – 11:16 WIB
JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), M Romahurmuziy mengatakan, harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Rp4.500 terlalu murah. Hal itu merangsang penyelundupan, baik ke sektor industri/pertambangan, maupun penyelundupan ke luar negeri.

"Harga BBM bersubsidi Rp4.500 terlalu murah, jauh berbeda dengan harga BBM industri yang mencapai Rp9.300," kata Romahurmuziy di Jakarta, Selasa (4/6).

Harga BBM Indonesia juga termurah di kawasan Asean, misalnya saja Vietnam Rp15.553, Laos Rp13.396, Kamboja Rp13.298 dan Myanmar Rp10.340. Bahkan harga BBM bersubsidi Indonesia adalah yang termurah di dunia untuk ukuran negara net importer.

Penyelundupan BBM sudah terbukti lewat kasus Aiptu Labora Sitorus. Kata Romahurmuziy, jika seorang oknum AIPTU saja demikian, bukankah besar kemungkinan banyak lagi oknum lainnya.

Ia menerangkan, kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan DPR bersama pemerintah setiap tahunnya selalu terlampaui. Hal ini menunjukan pertumbuhan tingkat konsumsi BBM bersubsidi selalu melampaui prediksi pertumbuhan konsumsi berdasarkan jumlah kendaraan. "Disinyalir jebolnya kuota ini karena penyelundupan di mana-mana," terangnya.

Lebih lanjut Romahurmuziy mengatakan, harga BBM fosil yang murah menghambat munculnya energi alternatif. Bahan bakar nabati, baik berbasis etanol maupun CPO, tidak bisa bersaing. "Bahan bakar alternatif seperti gas tidak berkesempatan tumbuh karena harganya relatif dekat dengan BBM bersubsidi," ucapnya.

Kemudian sejak awal dekade 2000, Indonesia telah beralih status dari negara eksportir menjadi net importir minyak. Menurutnya, dengan importasi BBM dan minyak mentah yang mencapai lebih sepertiga dari kebutuhan nasional, harga BBM nasional sangat bergantung kpd harga internasional.

Publik ujar Romahurmuziy, perlu diberikan pemahaman bahwa perlu pergeseran paradigma dalam meletakkan Indonesia dari eksportir menjadi importir. "Akibat impor BBM yang terus naik, defisit fiskal membengkak sehingga mengancam neraca pembayaran," tuturnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi, subsidi disediakan untuk kelompok masyarakat yang tidak mampu. Namun menurut Romahurmuziy, hal itu bertolak dengan kenyataan yang ada.

"Kenyataannya, subsidi BBM dinikmati lebih 70 persen oleh kelas menengah pemilik mobil pribadi dan sepeda motor bersilinder tinggi. Pengurangan subsidi BBM yang disertai kompensasi kepada masyarakat golongan ekonomi terlemah dimaksudkan untuk membenahi subsidi yang salah sasaran itu," terang dia.

Kemudian seperlima APBN Indonesia tersedot untuk subsidi energi yang bersifat konsumtif. Ruang gerak belanja negara untuk sektor produktif yang lebih bersifat jangka panjang menjadi terbatas.

Akibatnya daya saing yang tercipta di pasar internasional semu dan didominasi oleh produk mentah yang mengandalkan buruh murah dan harga energi yang murah. "Padahal murahnya harga energi karena disubsidi," terang dia.

Romahurmuziy menilai, rasionalisasi kenaikan harga BBM bersubsidi adalah untuk kemaslahatan anak cucu kita. Meskipun kenaikan harga BBM adalah keputusan politik-ekonomi, persoalan itu jangan dipolitisasi secara berlebihan. Apalagi dijadikan panggung mencari simpati dan dukungan menjelang hajat pemilu lima tahunan.

Menurut Romahurmuziy, tugas pemimpin politik adalah membangun optimisme dan harapan untuk sebuah arah di masa depan, bukan terus mengeksploitasi dan memanipulasi dukungan publik untuk realitas semu yang penuh argumentasi yang menipu. (gil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Sebut Pelindo Beli Ribuan Truk Cuma Isu

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler