jpnn.com - SURABAYA – Turunnya harga BBM, elpiji 12 kg, dan semen diprediksi mampu menekan laju inflasi bulanan atau month-to-month (mtm) di Jatim. Inflasi Januari diperkirakan 0,1 persen berdasar angka rata-rata mtm Januari setiap tahun.
Angka rata-rata inflasi itu mencapai sekitar 0,6 persen. Namun, karena kenaikan harga BBM pada 18 November 2014, sasaran inflasi naik 0,9 persen. Setelah harga BBM turun dua kali selama Januari 2015, sasaran inflasi diperkirakan turun signifikan.
BACA JUGA: 26 Korban AirAsia Nasabah Manulife, 3 Polis Asuransi Sudah Dibayar
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah IV Soekowardojo menjelaskan, setiap penurunan harga BBM 10 persen, inflasi tertekan 0,4 persen. Lantaran harga BBM sudah turun dua kali, angka 0,4 persen itu dikalikan dua. Sasaran 0,9 persen tersebut lantas berkurang 0,8 persen menjadi 0,1 persen. ’’Kira-kira sasarannya segitu untuk Januari 2015,’’’ kata dia.
Inflasi mtm Desember 2014 cukup tinggi, yakni 2,38 persen. Angka itu terutama dipengaruhi kenaikan harga BBM, ditambah ekspektasi konsumsi yang tinggi menjelang perayaan hari besar seperti Natal, tahun baru, dan Maulid Nabi.
BACA JUGA: Sebelum Deadlock, Satu Calon Ketum HIPMI Sudah Unggul
Saat harga BBM turun seperti sekarang, harga-harga komponen volatile food memberikan sumbangan cukup besar dalam total hitungan inflasi. Sebab, rigiditas penentuan harga dari pelaku industri jauh berbeda bila dibandingkan dengan saat harga BBM naik.
’’Kalau volatile food mungkin tidak hanya mahal karena harganya tidak turun, tapi juga karena faktor cuaca yang memengaruhi proses produksi dan distribusi beberapa komoditas. Tapi, karena tingkat konsumsinya sudah kembali normal, bisa dibilang rupiah yang terdepresiasi juga menentukan,’’ papar Soeko.
BACA JUGA: Marwan: Desa Sejahtera, Warga tak Perlu Lagi Migrasi ke Kota
Komponen administered price justru berpotensi deflasi. Meski tarif cukai rokok sempat naik 10 persen, potensi deflasi masih dapat diperhitungkan. Potensi itu bisa berkisar 0,2–0,5 persen. Sebab, BBM turun pada periode yang sama dengan elpiji dan semen. Apalagi kenaikan TDL (tarif dasar listrik) ditunda.
Kepada Jawa Pos, Soeko memaparkan bahwa setiap penurunan harga LPG 3 persen mampu menekan inflasi 0,06 persen. ’’Itu LPG. Kalau semen, BI sebetulnya belum menganggap harganya turun karena yang turun (harganya) hanya merek tertentu. Jadi, efeknya belum signifikan,’’ kata dia.
Menurut Soeko, penekanan inflasi akan lebih baik jika dibarengi penurunan harga barang. Salah satu yang bisa dilakukan adalah menjalin koordinasi yang baik soal penentuan tarif angkutan umum. Selama ini penentuan tarif angkutan umum oleh pemerintah adalah hasil koordinasi dengan Organda.
’’Harus ada sistem. Kalau harga BBM naik, penentuan tarifnya bagaimana? Kalau turun, sistemnya bagaimana? Sebab, sekarang belum ada sistem yang pasti mengenai penentuan tarif angkutan ketika harga BBM turun,’’ ungkap dia.
Efek penurunan harga BBM, elpiji, dan semen belum dapat dirasakan bulan ini. Sebab, alihan dana subsidi ke sektor produktif masih harus menunggu koordinasi dengan pemerintah pusat.
’’Soal potensi melonggarnya ruang fiskal, ya harus dilihat dulu penerapan alokasi pengalihan subsidinya. Daerah tentu bergantung saluran dana dari APBN. Jadi, masalah infrastruktur di daerah bagaimana, bergantung pada komitmen pemerintah,’’ jelas Soeko.
Ekonom Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika menyatakan, kebebasan ruang fiskal belum bisa dirasakan lantaran harga minyak dunia masih fluktuatif. Terkait dengan penekanan inflasi, harga beberapa komoditas dan tarif angkutan sulit diturunkan.
’’Pemerintah tidak punya kemampuan cukup untuk menekan harga. Ini juga masalah karakter pelaku industri. Tapi, imbauan pemerintah kepada pelaku industri untuk menekan harga patut dihargai,’’ tandas Erani. (rin/c14/oki
BACA ARTIKEL LAINNYA... Marwan Dorong Jambu Kristal Cikarawang Jadi Komoditi Andalan
Redaktur : Tim Redaksi