Harga BBM Murah Hanya Mitos, Ini Sebabnya

Sabtu, 11 Maret 2023 – 21:38 WIB
Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman menyebutkan bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) murah adalah mitos. Ilustrasi/Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman menyebutkan bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) murah adalah mitos.

Hal ini disampaikan Saleh dalam diskusi Pipamas Energy Talk bertajuk 'Net Importir, Bagaimana Indonesia Menjawab Kebutuhan BBM' di Gadjah Mada University Club Hotel, Sleman, Yogyakarta, Jumat (10/3).

BACA JUGA: Depot Pertamina Plumpang Terbakar, Bagaimana Pasokan BBM?

Pemerintah juga harus mengendalikan harga jualnya, demi menjaga daya beli masyarakat.

Sebab, saat ini Indonesia masih mengimpor BBM untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 

BACA JUGA: Pertamax Naik, Ini Daftar Terbaru Harga BBM Per 1 Maret 2023

Harga BBM harus murah? Ternyata tidak. Karena kita impor, harganya dipengaruhi oleh harga internasional. Pemerintah tahu bahwa kemampuan kita, willingness to pay Indonesia masih rendah,” ujar Saleh.

Selain itu, BBM di Indonesia sangat terpengaruh dengan kondisi harga minyak bumi di dunia. 

BACA JUGA: BPH Migas: Masyarakat Kalangan Mampu Seharusnya Gunakan BBM Nonsubsidi

Alasannya karena Indonesia menjadi negara net importer minyak bumi dan telah keluar dari organisasi negara-negara pengekspor minyak, OPEC (Organisation of the Petroleum Exporting Countries) pada 2008.

“Harga minyak dunia itu selalu berubah sementara kita import. Jadi kita harus mengikuti harga internasional, sehingga itu mempengaruhi harga BBM domestik,” kata Saleh.

Oleh karena itu ada subsidi untuk BBM.

Pada 2023, pemerintah mengalokasikan subsidi sebesar Rp 1.000 untuk setiap liter Solar yang dijual di harga Rp 6.800 per liter. 

“Pemerintah masih membayar lagi ke Pertamina, selisih atau gap dari 6.800 harga jualnya. Nah, harga keekonomiannya lebih dari itu. Selisihnya itu dibayarkan ke Pertamina. Begitu juga dengan Pertalite, harganya ditentukan oleh pemerintah,” ujarnya.

Untuk itu, pemerintah perlu mengendalikan distribusi BBM, terutama BBM bersubsidi. 

Ada tiga kriteria subsidi BBM, seperti volume subsidi diatur, harganya diatur dan konsumennya juga diatur. 

"Konsumennya adalah sektor transportasi, perikanan, UMKM, dan seterusnya. Harga keekonomiannya misalnya solar itu Rp 17.650, tetapi dijual dengan harga Rp 6.800,” kata Saleh.

Peneliti Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada (UGM), Marsudi Triatmodjo mengatakan penting bagi pemerintah untuk mengendalikan penerima manfaat BBM subsidi. 

Namun, upaya ini harus didukung masyarakat.

Penurunan angka penggunaan BBM bersubsidi tentu akan memperingan beban negara. 

Alhasil, anggaran yang sebelumnya untuk subsidi dan kompensasi BBM dapat dialihkan untuk pembangunan infrastruktur.

“Intinya adalah bagaimana kita bijak menggunakan BBM untuk kita semua. Subsidi yang demikian besar dari pemerintah, kalau diwujudkan dalam bentuk infrastruktur atau untuk bentuk-bentuk lain seperti Rumah Sakit, itu berapa ribu, kemudian untuk sekolah, puskesmas. Nah itu kita mestinya sadar, bagaimana kita menggunakan BBM dengan bijak,” ujarnya.

Menggunakan transportasi umum adalah salah satu upaya yang dapat dipilih warga" pungkas Marsudi.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler