JAKARTA - Harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar internasional masih belum menunjukkan tanda-tanda membaik. Pada April hingga pertengahan Mei 2013, harga CPO hanya bergerak di kisaran USD 825-USD 857,5 per metrik ton. Angka tersebut menurun jika dibandingkan periode Januari hingga Maret yang bisa menyentuh USD 885 per metrik ton.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan mengatakan pelemahan harga memicu ekspor CPO dan produk turunannya terus melosot. Volume ekspor pun terus turun dari Januari sebesar 2,05 juta ton menjadi 1,92 juta ton pada Februari, dan 1,7 juta ton serta 1,49 juta ton pada Maret dan April.
"Selain produksi turun, permintaan pasar dunia juga lemah akibat belum pulihnya pertumbuhan ekonomi Eropa dan AS," ungkapnya, Senin (27/5).
Fadhil menyatakan, ekspor CPO dan turunannya juga tercatat menurun ke semua negara tujuan, termasuk India yang merupakan kontributor pasar ekspor terbesar. Saat ini volume ekspor CPO dan turunannya ke India mencapai 546 ribu ton atau turun 30 persen dibandingkan awal tahun yang mencapai 778,92 tibu ton.
Selain India, volume ekspor CPO dan turunannya ke Tiongkok merosot 6 persen dari 174,4 ribu ton pada Maret 2013 menjadi 164,5 ribu ton pada April. Bukan hanya itu. Ekspor ke Uni Eropa ikut turun cukup signifikan sebanyak 18,7 persen dari 403 ribu ton (Maret) menjadi 301 ribu ton (April). "Pasar AS, Pakistan, dan Bangladesh ikut melemah," jelasnya.
Kendati demikian, Fadhil berharap pasar CPO lebih bergairah pada Juni dan Juli mendatang. "Jelang bulan puasa, diperkirakan permintaan beberapa negara akan meningkat. Apalagi stok CPO Indonesia masih menjadi andalan lantaran produksi dunia menurun. Hal ini diharapkan mendongkrak harga CPO di pasar dunia," paparnya.
Dia memprediksi harga CPO Rotterdam berada pada USD 842 dengan harga patokan ekspor (HPE) sekitar USD 770 plus bea keluar 9 persen.
Sebelumnya, analis Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan, tekanan harga CPO juga datang dari Tiongkok dan India. Hal ini lantaran persediaan CPO di dua negara itu masih melimpah. Dari Tiongkok misalnya, cadangan CPO hingga awal Mei mencapai 1,35 juta ton atau naik 50 ribu ton dibandingkan akhir April. "Kondisi perekonomian global yang belum pulih memang menurunkan permintaan CPO," ujarnya.
Secara teknikal, harga CPO masih dalam tren tertekan. Harga masih di bawah moving average (MA) 50, MA 100, dan MA 200 yang menunjukkan tren bearish. Sinyal sama ditunjukkan indikator relative strength index (RSI) di level 41 yang bergerak turun. Moving average convergence/divergence (MACD) yang bergerak flat menunjukkan harga cenderung bergerak mendatar. Sementara itu, Stochastic berada di level 20 dan bergerak ke atas yang memberikan sinyal bahwa harga CPO akan naik. (gal/oki)
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan mengatakan pelemahan harga memicu ekspor CPO dan produk turunannya terus melosot. Volume ekspor pun terus turun dari Januari sebesar 2,05 juta ton menjadi 1,92 juta ton pada Februari, dan 1,7 juta ton serta 1,49 juta ton pada Maret dan April.
"Selain produksi turun, permintaan pasar dunia juga lemah akibat belum pulihnya pertumbuhan ekonomi Eropa dan AS," ungkapnya, Senin (27/5).
Fadhil menyatakan, ekspor CPO dan turunannya juga tercatat menurun ke semua negara tujuan, termasuk India yang merupakan kontributor pasar ekspor terbesar. Saat ini volume ekspor CPO dan turunannya ke India mencapai 546 ribu ton atau turun 30 persen dibandingkan awal tahun yang mencapai 778,92 tibu ton.
Selain India, volume ekspor CPO dan turunannya ke Tiongkok merosot 6 persen dari 174,4 ribu ton pada Maret 2013 menjadi 164,5 ribu ton pada April. Bukan hanya itu. Ekspor ke Uni Eropa ikut turun cukup signifikan sebanyak 18,7 persen dari 403 ribu ton (Maret) menjadi 301 ribu ton (April). "Pasar AS, Pakistan, dan Bangladesh ikut melemah," jelasnya.
Kendati demikian, Fadhil berharap pasar CPO lebih bergairah pada Juni dan Juli mendatang. "Jelang bulan puasa, diperkirakan permintaan beberapa negara akan meningkat. Apalagi stok CPO Indonesia masih menjadi andalan lantaran produksi dunia menurun. Hal ini diharapkan mendongkrak harga CPO di pasar dunia," paparnya.
Dia memprediksi harga CPO Rotterdam berada pada USD 842 dengan harga patokan ekspor (HPE) sekitar USD 770 plus bea keluar 9 persen.
Sebelumnya, analis Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan, tekanan harga CPO juga datang dari Tiongkok dan India. Hal ini lantaran persediaan CPO di dua negara itu masih melimpah. Dari Tiongkok misalnya, cadangan CPO hingga awal Mei mencapai 1,35 juta ton atau naik 50 ribu ton dibandingkan akhir April. "Kondisi perekonomian global yang belum pulih memang menurunkan permintaan CPO," ujarnya.
Secara teknikal, harga CPO masih dalam tren tertekan. Harga masih di bawah moving average (MA) 50, MA 100, dan MA 200 yang menunjukkan tren bearish. Sinyal sama ditunjukkan indikator relative strength index (RSI) di level 41 yang bergerak turun. Moving average convergence/divergence (MACD) yang bergerak flat menunjukkan harga cenderung bergerak mendatar. Sementara itu, Stochastic berada di level 20 dan bergerak ke atas yang memberikan sinyal bahwa harga CPO akan naik. (gal/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Garuda 7 Besar Terbaik Dunia
Redaktur : Tim Redaksi