jpnn.com - MATARAM-Harga gas elpiji 3 kg di Kota Mataram terus bergerak naik. Di beberapa tempat, harganya sudah menembus angka Rp 25 ribu. Kondisi ini cukup menyulitkan warga, terutama mereka yang berpenghasilan rendah. Seperti yang dialami Hamidah, warga Lingkungan Jempong Barat, Kelurahan Jempong Baru. Wanita yang bekerja serabutan sebagai buruh kasar dan tukang sapu ini harus merogoh kantong lebih dalam. ”Sebelumnya hanya Rp 15 ribu. Sekarang sudah Rp 25 ribu,” keluhnya.
Kenaikan yang cukup signifikan itu disebabkan kelangkaan gas sejak beberapa hari di lingkungannya. Warga hampir tidak bisa memasak karena kios-kios tidak menjual elpiji 3 kg. Akhirnya mereka harus membeli di wilayah Perampuan, Lombok Barat dan harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar Rp 10 ribu.
BACA JUGA: Oknum Perawat Lakukan Pungli
Sementara harga gas eceran di kios-kios saat ini normalnya Rp 18 ribu. ”Tentu saja sangat memberatkan, kenaikannya terlalu tinggi. Tapi kalau tidak beli kami tidak bisa memasak,” keluhnya.
Hamidah mengeluhkan harga bahan bakar yang sering mengalami kenaikan, baik minyak tanah maupun gas menurutnya sama saja. Awalnya ia berpikir setelah beralih ke gas, tidak akan ada kenaikan harga bahan bakar, namun kenyataaya naik juga. ”Saya semakin bingung dengan harga-harga saat ini, naik terus,” keluhnya.
BACA JUGA: Menteri PU Resmikan 7 Jembatan dan Bendung Gerak di Sulsel
Terpisah, Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kota Mataram Wartan mengatakan, kenaikan harga elpiji disebabkan terganggunya proses distribusi dari Pelabuhan Manggis, Bali yang menjadi lokasi depo mini untuk bahan bakar gas. Karena kondisi cuaca yang tidak menentu, akhirnya pengiriman gas menjadi terganggu.
Tidak hanya itu proses bongkar muat barang di Pelabuhan Lembar juga lamban. ”Ini yang menjadi kendala kenapa gas terhambat masuk dan membuat harga menjadi naik,” ungkapnya.
BACA JUGA: DPD Sesalkan Rekayasa Kemiskinan di Pessel
Ketergantungan terhadap kondisi cuaca ke depannya bisa terus menjadi penghambat distribusi. Untuk itu ia menyarankan agar di wilayah NTB ada depo mini untuk pengisian gas. Terutama dengan meningkatnya konsumsi gas di Kota Mataram yang mencapai 6,8 juta kg sampai bulan Agustus lalu.”Sangat-sangat diperlukan, mestinya kita memiliki depo mini sendiri,” kata mantan kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ini.
Wartan menambahkan, pihaknya akan berusaha mencegah agar kenaikan harga tidak membuat gejolak di tengah masyarakat. Ia mengimbau agar warga tetap tenang, tidak mudah panik dengan situasi saat ini. Demikian pula dengan pedagang agar tidak melakukan spekulasi yang dapat merugikan warga. (cr-ili)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengungsi dari Daerah Aman Dipulangkan
Redaktur : Tim Redaksi