jpnn.com, MEDAN - Pemerintah provinsi (Pemprov) dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) diminta agar tak tutup mata mengenai nasib petani di Sumatera Utara (Sumut).
Para pemangku eksekutif dan legislatif tersebut diminta jangan hanya diam menerima kebijakan, yang digulirkan dari pemerintah pusat.
BACA JUGA: Parah Banget⦠Padi Seluas Satu Hektare Dipanen Maling
Hal ini terkait kebijakan Menteri Perdagangan (Mendag) melalui SK No 46/2017 tertanggal 18 Juli 2017, yang mematok harga beras medium dan premium sebesar Rp9.000/kg hingga berdampak terhadap harga gabah panen Rp3.700/kg.
Wakil Ketua Masyarakat Agribisnis Indonesia (MAI) Sumut Syahri Syawal Harahap menyatakan, memang benar Pemprov tidak bisa melakukan apa terhadap kebijakan yang digulirkan pusat terkait harga beras tersebut.
BACA JUGA: Gatot Pujo Nugroho Mestinya di Sukamiskin, tapi Terlihat di Kualanamu
Akan tetapi, apakah tidak ada perjuangan yang mereka lakukan.
“Kalau begitu caranya, coba kita suruh mereka untuk bertani biar tahu kondisinya seperti apa. Makanya, jangan hanya menerima begitu saja kebijakan dari pusat,” ujarnya kepada pojoksatu (Jawa Pos Group), Rabu (2/8).
BACA JUGA: Ikut Panen Raya Padi M400, Moeldoko Bahagia Hasil Petani Melimpah
Dia mengaku heran melihat kebijakan yang dikeluarkan pemerintah di negeri ini. Para pemangku kepentingan terkadang tidak begitu paham dengan kebijakan yang dikeluarkannya terhadap dampak yang ditimbulkan.
Sebagai contoh, menteri pertanian menerapkan programnya tiga kali panen dalam setahun untuk tanaman padi. Kebijakan yang digulirkannya itu jelas tidak sesuai dengan kondisi yang ada. Kalau memang ingin diterapkan, maka ciptakan dulu tanaman padi yang 80 hari waktu panennya.
Belum lagi, petani mengeluhkan bahwa tiga kali panen dalam setahun sama jumlah tonasenya (hasil panen) dengan dua kali setahun. Sehingga, program ini jelas tentunya tidak efisien.
“Bisa saja menerapkan HPP terhadap gabah panen Rp3.700/kg. Akan tetapi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, infrastrukturnya dijamin. Kedua, pupuk yang berkualitas dengan harga terjangkau dan juga pestisidanya.”
“Kalau ini bisa jamin, maka penetapan harga beras Rp9.000/kg yang berdampak terhadap harga gabah panen, para petani tidak dirugikan dengan hasil 8,9 ton per hektare sekali panen,” beber Syahri.
Oleh karena itu, tambah dia, masalahnya terletak pada infrastruktur sawah tadah hujan yang tidak mendukung dengan harga Rp3.700/kg.
“Pemprov jangan bilang tidak bisa berbuat apa-apa tetapi punya gerakan-gerakan yang bertujuan untuk menyelamatkan petani. Terutama, mereka yang duduk di kursi wakil rakyat (DPRD Sumut),” ucapnya. (fir)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Digoda Yoyo, Fans Padi Baper
Redaktur & Reporter : Budi