Harga Gas Tinggi Menjadi Kendala Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus

Senin, 06 Januari 2020 – 22:26 WIB
MotoGP Indonesia - Sirkuit jalan raya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Foto: Motogp

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan kendala sejumlah kawasan ekonomi khusus (KEK) mencapai target investasi, salah satunya karena harga gas yang tinggi.

"Ada beberapa KEK yang memiliki kendala harga gas tinggi, itu kami selesaikan satu-satu," kata Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono di Jakarta, Senin.

BACA JUGA: Dukung Kawasan Ekonomi Khusus, Pelabuhan Bitung Dikembangkan

Menurut dia, salah satu KEK yang sudah lama berdiri namun tingkat utilisasinya masih sekitar 20 persen yakni Sei Mangkei di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Setelah dilakukan pengecekan,  salah satu penyebab belum optimalnya KEK itu karena persoalan harga gas tinggi dan pasokan gas.

BACA JUGA: Jokowi Resmikan Tiga Kawasan Ekonomi Khusus

Untuk itu, pihaknya berencana akan meninjau kembali target KEK yang sudah lama berdiri.

Mekanisme revisi itu akan diatur melalui Peraturan Menko Perekonomian melalui Dewan Nasional KEK yang akan merumuskan.

BACA JUGA: KEK Mandalika Didorong Pacu Perekonomian Daerah

Hingga saat ini, pemerintah telah menetapkan 15 KEK terdiri dari sembilan KEK Industri dan enam KEK Pariwisata.

Dari 15 KEK tersebut, 11 KEK di antaranya telah beroperasi atau sudah melayani investor.

Susiwijono menyebut total komitmen investasi mencapai Rp88,7 triliun sampai 2019 dari 11 KEK yang sudah beroperasi dengan serapan tenaga kerja mencapai sekitar 8.686 orang.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas bertopik "Ketersediaan Gas untuk Industri" di Kantor Presiden mengajukan tiga hal untuk menuntaskan persoalan harga gas untuk industri, salah satunya penghilangan porsi gas pemerintah.

"Saya melihat yang pertama ada jatah pemerintah 2,2 US dolar per MMBTU, supaya jatah pemerintah ini dikurangi atau bahkan dihilangkan, ini bisa lebih murah," kata Presiden Joko Widodo.

Menurut Presiden, upaya itu harus dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Penyesuaian jatah itu adalah bagian pemerintah yang masuk melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Jika jatah gas pemerintah disesuaikan, maka harganya bisa turun dari sekitar 8-9 dolar AS per juta British thermal units (MMBTU).

Hal kedua yakni "Domestic Market Obligation" (DMO) bagi gas diberlakukan dan dapat diberikan kepada industri.

Lalu opsi ketiga yang diajukan Presiden yakni membebaskan impor gas untuk industri.

Presiden menyatakan kekecewaannya karena sejak 2016, persoalan harga gas untuk industri yang mahal tidak kunjung tuntas. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler