SIMALUNGUN--Para petani karet di wilayah Kabupaten Simalungun dan sekitarnya mengeluh harga karet mentah terus mengalami penurunan. Petani karet di Huta Pusuk Pardamean, Nagori Talun Kondot, Kecamatan Panomberian Panei, Binner Sihombing mengatakan, sebelumnya untuk karet mentah yang masih basah harganya terus mengalami penurunan dari Rp 15 ribu menjadi 8 ribu per kilogram. Dan parahnya, saat ini harga semakin anjlok menjadi Rp 6 ribu per kilogram.
Menurut Binner, kondisi menurunnya harga getah basah dimulai sejak Januari 2013 lalu. Secara perlahan terus mengalami penurunan. Petani karet di daerah ini terus mengeluh dan sebahagian warga terpaksa harus beralih dengan mengerjakan usaha lainnya.
"Sekarang ini harga getah turun harganya. Kalau begini terus maka ekonomi masyarakat akan terganggu. Hal ini diakibatkan 90 persen penduduk Huta Pusuk Pardamean adalah bertani karet. Saat harga karet naik maka warga sudah menjadikan hampir seluruh lahannya dengan tanaman karet. Namun tiba dengan anjloknya harga maka warga tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya berharap harga segera pulih normal," ujarnya.
Menurut Binner, pihaknya tidak mengetahu jelas penyebab anjloknya harga komoditas ekspor tersebut. "Yang pasti turunnya harga terjadi di tingkat petani dan agen, karena di pabrik juga turun," ujarnya.
Senada, petani karet lainnya, Raman Purba menuturkan, turunnya harga karet basah secara drastis membuat petani semakin khawatir. Sebahagian petani yang biasanya mengupahkan pengerjaan kebun karetnya, dengan anjloknya harga karet membuat pengerjaan dilakukan sendiri karena tidak cukup lagi untuk dibagi.
Masih kata Joel, kondisi anjloknya harga karet ini diperparah dengan naikknya harga BBM sehingga segala kebutuhan juga meningkat. Ditambah lagi dengan kondisi menjelang puasa dan waktunya masuk sekolah sehingga harus memenuhi berbagai kebutuhan anak-anak.
"Sebelumnya, penjualan karet bisa mencapai Rp 600 ribu hingga Rp 700 ribu per minggu. Sekarang tinggal hanya Rp 300 ribu saja. Jika untuk hanya makan sebenarnya cukup namun dengan kebutuhan lain seperti sekolah anak dan kebutuhan lain membuat anjloknya harga ini petani sangat khawatir," ujarnya.
Kadis Perkebunan Simalungun Amran Sianga mengatakan, selain krisis ekonomi di eropa, berkurangnya permintaan juga sangat berpengaruh terhadap harga karet mentah lokal anjlok.
Masih kata Amran, karet merupakan komoditas ekport sehingga harganya sangat dipengaruhi permintaan luar negeri. Dengan adanya krisis dan kerugannya permintaan menjadi penyebab utama anjloknya harga karet. Ditambah lagi semakin banyaknya negara-negara lainnya yang juga sudah fokus dengan tanaman karet.
"Jika berbicara kualitas maka karet Indonesia juga masih memenuhi kualitas ekspor karena masih alami dan belum banyak terkontaminasi zat-zat kimia," ujarnya. (Rah)
Menurut Binner, kondisi menurunnya harga getah basah dimulai sejak Januari 2013 lalu. Secara perlahan terus mengalami penurunan. Petani karet di daerah ini terus mengeluh dan sebahagian warga terpaksa harus beralih dengan mengerjakan usaha lainnya.
"Sekarang ini harga getah turun harganya. Kalau begini terus maka ekonomi masyarakat akan terganggu. Hal ini diakibatkan 90 persen penduduk Huta Pusuk Pardamean adalah bertani karet. Saat harga karet naik maka warga sudah menjadikan hampir seluruh lahannya dengan tanaman karet. Namun tiba dengan anjloknya harga maka warga tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya berharap harga segera pulih normal," ujarnya.
Menurut Binner, pihaknya tidak mengetahu jelas penyebab anjloknya harga komoditas ekspor tersebut. "Yang pasti turunnya harga terjadi di tingkat petani dan agen, karena di pabrik juga turun," ujarnya.
Senada, petani karet lainnya, Raman Purba menuturkan, turunnya harga karet basah secara drastis membuat petani semakin khawatir. Sebahagian petani yang biasanya mengupahkan pengerjaan kebun karetnya, dengan anjloknya harga karet membuat pengerjaan dilakukan sendiri karena tidak cukup lagi untuk dibagi.
Masih kata Joel, kondisi anjloknya harga karet ini diperparah dengan naikknya harga BBM sehingga segala kebutuhan juga meningkat. Ditambah lagi dengan kondisi menjelang puasa dan waktunya masuk sekolah sehingga harus memenuhi berbagai kebutuhan anak-anak.
"Sebelumnya, penjualan karet bisa mencapai Rp 600 ribu hingga Rp 700 ribu per minggu. Sekarang tinggal hanya Rp 300 ribu saja. Jika untuk hanya makan sebenarnya cukup namun dengan kebutuhan lain seperti sekolah anak dan kebutuhan lain membuat anjloknya harga ini petani sangat khawatir," ujarnya.
Kadis Perkebunan Simalungun Amran Sianga mengatakan, selain krisis ekonomi di eropa, berkurangnya permintaan juga sangat berpengaruh terhadap harga karet mentah lokal anjlok.
Masih kata Amran, karet merupakan komoditas ekport sehingga harganya sangat dipengaruhi permintaan luar negeri. Dengan adanya krisis dan kerugannya permintaan menjadi penyebab utama anjloknya harga karet. Ditambah lagi semakin banyaknya negara-negara lainnya yang juga sudah fokus dengan tanaman karet.
"Jika berbicara kualitas maka karet Indonesia juga masih memenuhi kualitas ekspor karena masih alami dan belum banyak terkontaminasi zat-zat kimia," ujarnya. (Rah)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BUMN Ingin Ekspansi, Dahlan Iskan Temui Presiden Vietnam
Redaktur : Tim Redaksi