PALANGKA RAYA - Tahun ini menjadi masa yang cukup menyakitkan bagi petani karet di Kalteng. Pasalnya, mulai awal tahun harga karet terus berangsur turun hingga harganya saat ini hanya Rp9.000 atau Rp10.000 di tingkat pengumpul. Harga tersebut jauh berbeda bila dibandingkan dengan dua tahun terakhir, yakni 2010 dan 2011 yang harganya mencapai Rp25.000 per kilogram.
Ketua Himpunan Masyarakat Pertanian Indonesia (Himpindo) Kalteng Dr Ir Sinto R Noehan Ms mengatakan, petani Kalteng masih belum bisa meningkatkan kualitas karetnya. Sehingga kalah bersaing dengan daerah lain yang kualitas karetnya nyaris murni.
"Jika diukur kadar karet petani kita, rata-ratanya hanya 40 sampai 45 persen yang lainnya hanya tambahan. Semisal kadar airnya terlalu banyak, ada benda tambahan yang dimasukan seperti kayu, batu sebagai pemberat. Yang jelas pengumpul kan maunya membeli karet, bukan mau beli air," katus Sinto saat dibincangi di kantornya, Selasa (2/9).
Hal ini yang perlu diperhatikan oleh petani, lanjutnya, yakni meningkatkan kualitas karet yang dijual. Jika tidak konsekuensinya, karet petani tidak akan dibeli dan mungkin saja pertanian dalam sektor karet ini akan mati. Di daerah Pujon dan Kapuas, harga karet di tingkat petani bahkan Rp 2000/kilogram. Itupun belum tentu ada yang membelinya.
Pria yang juga dosen pertanian Universitas Palangka Raya (Unpar) tersebut mengatakan, diperkirakan jumlah lahan yang digunakan untuk pertanian Karet di Kalteng mencapai 500 ribu hektare dengan jumlah petani mencapai 250 ribu kepala keluarga. Untuk itu, nasib petani karet perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Di antaranya dengan memberikan penyuluhan, bantuan bibit, dan sosialisasi kembali bagaimana mengarahkan petani untuk mengolah karet menjadi berkualitas.
"Karet yang asli itu baunya harum, bukan bau busuk karena kelamaan direndam di dalam air," katanya. Ditambahkannya karet berkualitas tanpa menambahkan iir sebagai pemberat. Apalagi bahan lain seperti kayu-kayuan," ungkapnya.
Pengelola Koperasi Serba Usaha Rakumpit ini menduga, fokus pemerintah saat ini sudah beralih kepada perkebunan sawit sebagai andalan. Sehingga meninggalkan hasil alam andalan Kalteng yang dari dulu kearifan lokalnya adalah karet. "Mau dibawa kemana nasib petani kita," katanya sembari mengetuk hati instansi terkait.
Diingatkannya, negara seperti Malaysia menghasilkan karet dengan kualitas terbaik. Harganya mencapai RM5 atau sekitar Rp16.000 per kilogram. Nilainya juga bersaing dengan Vietnam. Di Pelembang katanya, para petani sudah diperkenalkan dengan teknologi yang bagus, sehingga satu clumb rubbers yang dihasilkan tidak mengandung air meski hanya setetes.
Dari pantauan Kalteng Pos kemarin di bawah pelabuhan Tugu Soekarno, ada deretan karet yang masih belum terjual. Salah seorang buruh penjaga bernama Ma"il mengatakan karet-karet ini sudah empat bulan ditambatkan dan sedang ditinggalkan oleh pemiliknya.
"Dia membeli seharga Rp 14.000 per kilo. Sepertinya mau dijual Rp 11 Ribu saja kalau ada yang mau membeli," kata Mail kepada wartawan.
Sementara itu, selama tiga pekan terakhir harga karet di Murung Raya (Mura) terjun bebas, masih pada kisaran Rp 7 ribu per kilogram.
Menurut, Barondy, salah seorang pemilik kebun karet di Kecamatan Tanah Siang, aktivitas menyadap karet mulai berkurang, sehingga jual beli ikut lesu karena harga yang masih belum beranjak normal.
"Untuk Kecamatan Tanah Siang sepertinya petani masih malas untuk menyadap karet lantaran harga karet masih murah. Sementara harga kebutuhan pokok meroket. Saat ini penurunan harga karet sudah mencapai 50 persen," katanya, Selasa (2/10).
Sementara itu, Ijon, pengepul karet, mengakui jika terakhir ini belum banyak petani yang enggan menjalani aktivitas menyadap lantaran anjloknya harga karet. "Sejak anjloknya harga karet ini, aktivitas petani mulai menurun sehingga pasokan pun ikut turun," jelasnya.
Dikatakan Ijon, dalam menetapkan harga beli, dirinya berpatokan pada harga karet di pabrik di Banjarmasin, Kalsel. (nik/and/ans)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Separoh Lahan Tol Medan-Kualanamu Belum Dibebaskan
Redaktur : Tim Redaksi