Harga Keekomian EBT Kian Kompetitif

Senin, 18 Desember 2023 – 07:01 WIB
Arsip foto - Sekjen Kementerian ESDM Dadan Kusdiana. ANTARA/Benardy Ferdiansyah

jpnn.com - JAKARTA - Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana mengatakan bahwa harga listrik dari pembangkit energi baru terbarukan (EBT) sudah hampir mendekati yang berbasis fosil, bahkan ada yang lebih efisien.

Menurut dia, perkembangan positif itu membuat keseimbangan persaingan antara EBT dan energi fosil.

BACA JUGA: IREIS 2023 Dibidik jadi Wadah bagi Investor China & Indonesia untuk Mendorong EBT

Oleh karena itu, pemerintah pun punya alasan kuat menjadikan EBT sebagai sumber energi.

"Secara keekonomian, PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto di 2016, kontrak listriknya yang ditandatangani dan disetujui oleh menteri ESDM, harganya itu 10,9 sen dolar AS per kWh. Sekarang, sudah ada kontrak baru PLTB di Kalimantan Selatan awal 2023 ini, kapasitasnya sama kira-kira 75 megawatt (MW)," kata Dadan lewat keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (17/12).

BACA JUGA: Indonesia Pasang Target Pakai EBT 23 Persen pada 2025

"Jika dibandingkan dengan harga 6-7 tahun lalu, sekarang angkanya adalah di bawah 6 sen dolar AS per kWh," lanjut Dadan saat diskusi bertajuk "Bedah NZE untuk Peluang Usaha Baru Sektor ESDM" di Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (16/12).

Kemajuan dalam teknologi energi terbarukan, khususnya pada sektor pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan angin (PLTB), telah memungkinkan efisiensi yang lebih tinggi.

BACA JUGA: Prioritaskan Transisi Energi, Ganjar Punya Rekam Jejak Merintis EBT

Hal itu berdampak terhadap penurunan biaya produksi listrik yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan pembangkit energi fosil.

Dadan juga membandingkan harga pembangkit EBT dengan berbasis energi fosil, seperti batu bara (PLTU).

Dia menilai harga energi hijau bahkan lebih murah. Hal itu menunjukkan bahwa pembangkit listrik dari EBT bisa lebih kompetitif.

"Harga listrik PLTS Cirata (5,8 sen dolar AS per kWh) itu angkanya di bawah 6 sen dolar AS per kWh juga. Kalau ingin sederhana hitung saja, misal produksi listrik dari batu bara satu kWh itu perlu sekitar 0,7 sampai 0,8 kilo batu bara. Jadi, komponen bahan bakarnya itu bisa langsung dihitung di situ. Yang per sekarang angkanya harus lebih mahal dari yang tadi. Apakah EBT ini kompetitif? sekarang sudah tendensinya ke situ," paparnya.

Dengan harga batu bara acuan (HBA) berkisar antara 125-130 dolar AS per ton, maka harga listrik dari EBT sudah dapat bersaing dengan yang berbasis fosil.

"Dengan HBA saat ini berkisar di angka sekitar 130 dolar AS per ton ini sudah bersaing. Jadi, EBT ini sekarang sudah masuk skala keekonomian. Kita head to head saja dengan fosil sudah bisa. Jadi, narasi yang ingin saya bangun itu adalah sekarang tidak ada alasan lagi untuk tidak memakai EBT," kata Dadan. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler