jpnn.com, JAKARTA - Ekonom sekaligus Direktur Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai harga minyak goreng yang melambung tinggi harus segera diatasi.
Menurut Bhima, kenaikan harga minyak goreng salah satunya disebabkan oleh faktor permintaan ekspor yang tinggi. Tetapi, bukan berarti tidak mementingkan keberlanjutan industri dan konsumen yang butuh bahan baku CPO.
BACA JUGA: IKAPPI Mengakui Stok Minyak Goreng Menipis, Harga Meroket
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah bisa meredam harga minyak goreng lewat beberapa cara.
"Pemerintah bisa naikan tarif PPh untuk ekspor CPO. Naiknya tarif pajak ekspor maka pelaku usaha sawit bisa menggandeng pelaku industri lokal untuk lebih memenuhi pasokan," ungkap Bhima kepada JPNN.com di Jakarta, Rabu (24/11).
BACA JUGA: Update Harga Minyak Goreng di Tanggal Tua, Sabarnya Ditambah Ya Bun!
Kemudian, kata Bhima, pemeirntah juga bisa menerapkan domestic market obligation (DMO), sehingga ada batasan jelas berapa stok yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
"Langkah itu bisa dimulai dari BUMN perkebunan untuk memberikan contoh dengan beri porsi jelas misalnya minimal 90 persen untuk pemenuhan CPO di dalam negeri. Itu langkah paling kongkret," tegas Bhima.
BACA JUGA: Harga Minyak Goreng Tak Bergeming, Begini Saran IKAPPI untuk Pemerintah
Bhima menjelaskan sejauh ini pemerintah belum melakukan persiapan mumpuni terkait kenaikan minyak goreng.
"Contohnya soal mengamankan pasokan CPO untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri belum dilakukan," ungkap Bhima.
Dipantau dari laman Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) harga minyak di sejumlah wilayah di Indonesia mencapai di atas Rp 20 ribu per kilogram.
Beberapa daerah itu di Gorontalo Rp 25.400 per kilogram, lalu Kota Gorotalo dengan harga yang sama.
Harga minyak goreng di Papua Rp 20.650 per kilogram, Papua Barat mencapai Rp 20.400 per kilogram.
Kemudian, harga Kabupaten Sumba Timur Rp 22.750 per kilogram. (mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia