Harga Minyak Kembali Naik

Jumat, 03 Agustus 2012 – 07:49 WIB
JAKARTA -  Setelah tiga bulan terus turun, pada Juli lalu harga minyak Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) kembali merangkak naik. Kenaikan itu sudah mencapai di atas level psikologis USD 100 per barel.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo mengatakan, berdasar data Tim Harga Minyak Indonesia, harga rata-rata ICP periode Juli 2012 mencapai USD 102,88 per barel. "Artinya, naik USD 3,80 per barel dibandingkan harga bulan sebelumnya yang sebesar USD 99,08 per barel," ujarnya Kamis (2/8).

Menurut Evita, peningkatan harga minyak mentah Indonesia tersebut sejalan dengan perkembangan harga minyak mentah utama di pasar internasional. Ini disebabkan beberapa faktor, yakni memanasnya kembali hubungan Iran dengan negara-negara barat setelah embargo Uni Eropa atas minyak Iran berlaku efektif mulai 1 Juli 2012."

Embargo tersebut kembali memicu ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Apalagi, mulai ada upaya Parlemen Iran untuk memblokir Selat Hormuz dengan menyusun undang-undang agar tanker minyak dengan tujuan negara-negara pendukung embargo tidak dapat melintas. "Atas rencana tersebut, AS dan Inggris menyatakan tidak akan mentolerir upaya Iran menutup Selat Hormuz. Militer AS menambah jumlah kapal induk di kawasan Timur tengah," katanya."

Evita mengatakan, faktor lain yang mengerek harga minyak adalah turunnya produksi minyak dari negara-negara OPEC antara 0,07-0,14 juta barel per hari pada bulan Juni 2012, akibat penurunan produksi di Iran, Angola, Qatar, dan Libya. "Bahkan, produksi Iran diperkirakan hanya 2,9 juta barel per hari atau merupakan level produksi terendah sejak akhir tahun 1980-an," ucapnya."

Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini menambahkan, dengan harga ICP Juli USD 102,88 per barel, harga rata-rata dalam enam bulan terakhir mencapai USD 115,11 per barel. Harga itu masih jauh dari persyaratan kenaikan harga BBM USD 120,75 per barel. "Jadi, mustahil bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM," ujarnya di Kantor Kemenkeu.

Sebab, lanjut Rudi, "untuk mencapai batas toleransi kenaikan harga BBM, harga minyak harus melambung di atas USD 140 per barel. Namun posisi ini justru mempersulit pemerintah. Sebab, harga minyak masih berkutat di kisaran USD 100 per barel, namun pemerintah tidak bisa menaikkan harga BBM. "Sekarang kondisinya menjadi tidak enak. Naik harga tidak boleh, tapi subsidi BBM tetap tinggi," katanya."

Ia mengatakan harga yang cukup tinggi tersebut diperparah dengan konsumsi BBM yang sulit ditekan karena pertumbuhan jumlah kendaraan yang tinggi. Per Juni lalu, konsumsi BBM sudah mencapai 21,6 juta kilo liter. Jika dilipatduakan saja, jumlahnya sudah menembus USD 43 juta kiloliter atau melampaui jatah subsidi 40 juta kiloliter.

Rudi memperkirakan konsumsi BBM bersubsidi bisa mencapai 44 juta kiloliter. "Artinya subsidi akan bertambah lagi," katanya. Subsidi BBM hingga paro pertama tahun ini mencapai Rp 88,9 triliun atau 64,7persen dari APBNP sebesar Rp 137,4 triliun. Sedangkan pada periode yang samatahun lalu, subsidi BBM baru mencapai Rp 41,6 trilliun atau 32 persen dari APBNP2011 sebesar Rp 129,7 triliun.

Subsidi BBM pada semester kedua tahun ini diperkirakan akan mencapai Rp127,9 triliun. Sehingga sepanjang tahun ini, subsidi BBM diperkirakan akan mencapaiRp 216,8 triliun atau 57,8 persen di atas target APBN. Harga ICP rata-rata sepanjangtahun akan mencapai USD 110 per barel dan kurs rupiah rata-rata pada level Rp 9.250per USD. (owi/sof/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasca Putusan MK, Menkeu Diminta Patuhi Perintah SBY

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler