jpnn.com, JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, rencana penyesuaian harga Pertamax memang tak bisa dihindari.
Selain harga minyak dunia yang terus melambung, SPBU swasta pun sudah beberapa kali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
BACA JUGA: Geram Diselingkuhi Adik Ayu Azhari, Medina Zein: Kalau Enggak Bisa Nafkahi Mending Diam
“Memang tak ada pilihan. Kalau tidak disesuaikan, dikhawatirkan justru berdampak terhadap pelayanan kepada konsumen. Kita tak ingin Pertamina seperti Garuda (Indonesia), kan?, kata Tulus.
Menurut Tulus, kondisi real saat ini, memang membuat Pertamina tak punya opsi lain, kecuali menaikkan harga Pertamax. Kondisi dimaksud, adalah harga minyak dunia yang terus melambung.
BACA JUGA: Tak Perlu Viagra, Ini 4 Obat Kuat Alami, Bikin Pria Makin Hot di Ranjang
Bahkan, SPBU swasta seperti Shell, sudah beberapa kali menaikkan harga BBM. Untuk jenis RON 92, contohnya, saat ini harga produk Shell sudah Rp 4.000 di atas Pertamax.
“Pertamina tidak mungkin menjual rugi produknya. Dan saat ini, kerugian Pertamina dari Pertamax, yang saya dengar cukup tinggi. Dari sana, ya memang tak ada pilihan. Apalagi, menaikkan harga Pertamax merupakan aksi korporasi,” papar Tulus.
BACA JUGA: Pembalap Nasional: Sudah Lama Sekali Harga Pertamax Tidak Naik, Jadi Wajar...
Di sisi lain, tingkat konsumsi Pertamax sudah semakin tinggi, yakni 20 persen dari total konsumsi gazoline.
“Karena itulah, jika Pertamina terus bertahan dengan harga saat ini, tentu kerugian yang dialami semakin membengkak,” imbuh Tulus.
Pertamax, menurut Tulus, merupakan BBM yang bisa menjadi pilihan terbaik bagi konsumen. Dilihat dari kandungan oktan, contohnya, Pertamax memang lebih tinggi dibandingkan jenis lain.
“Jadi, sebetulnya konsumen diuntungkan kalau pakai Pertamax, karena kandungan energinya lebih tinggi sehingga jarak tempuh per liter juga lebih jauh. Misal kalau beli Pertamax, 1 liter bisa 12 kilometer, tetapi Pertalite hanya untuk 10 kilometer, dan Premium untuk 8 kilometer,” kata Tulus.
Belum lagi dari sisi lingkungan. Dengan tingkat oktan yang tinggi, tentu pembakaran lebih sempurna sehingga bisa mengurangi emisi gas buang.
“Kalau komit untuk global climate change tentu penggunaan BBM harus semakin baik untuk lingkungan,” seru Tulus.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy