SURABAYA - Kebijakan pemerintah memiliki peran besar dalam penjualan properti di Indonesia khususnya untuk public housing alias hunian bersubsidi. Hasil survei Bank Indonesia (BI) menjukan terjadi penurunan penjualan rumah pada triwulan I - 2012. Untuk rumah tipe kecil, aturan UU 1/2011 ditenggarai menjadi penyebab penurunannya.
Secara umum, survey harga properti residensial BI triwulan I 2012 menunjukan tingkat penjualan properti resedensial mengalami penurunan. Padahal penjualan rumah mengalmi peningkatan penjualan selama lima triwulan berturut-turut. Untuk tipe rumah kecil, hasil survei BI menyebut bahwa UU no. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman diduga berimbas pada penurunan penjualannya.
"Untuk tipe kecil, kenijakan pemerintah memang sangat berpengaruh terhadap penjualannya," ungkap Pengamat Properti Ali Tranghanda kemarin saat dihubungi. Saat ini ada dua aturan krusial yang melambatkan realisasi penjualan rumah tipe kecil yang mendapat subsidi dari pemerintah. Yakni pembatasan luasan rumah 36 meter persegi dan harga rumah yang mendapat subsidi adalah Rp 70 juta per unitnya.
Aturan yang pertama seudah diajukan proses judicial review dan hingga kini belum ada perkembanganny. Sedangkan mengenai harga, ada susulan untuk membuat indeks harga rumah bersubsdi berdasarkan wilayah. "Selama masalah kebijakan itu masih ada, perkembangan public housing akan jalan ditempat," tandas Ali.
Dari data BI untuk periode Januari - Maret 2012, realisasi penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan di posisi 4.959 di 32 provinsi. Jumlahnya sekitar Rp 171 miliar.
Indeks Harga Properti Residensial mengindikasikan harga properti residensial meningkat 0,82 persen (qtq) atau 3,59 (yoy) pada triwulan I 2012. Tekenan kenaikan harga properti residensial diperkirakan masih akan berlanjut pada triwulan II 2012 dengan tingkat yang melambat. Sebagian responden mengungkapkan penyebabkan kenaikan harga properti rsidensial terutama didorong oleh kenaikan harga bahan bangunan.
Berdasarkan tipe rumah, kenaikan harga paling tinggi terjadi pada rumah tipe besar. Dari sisi penjualan, volume penjualan properti residensial pada triwulan I mengalami penurunan terutama untuk rumah tipe kecil.
"Survey BI dilakukan pada pengembang sehingga kenaikan harga pada rumah menegah atas terjadi pada rumah primer. Itu dikarenakan harga rumah menegah atas di beberapa lokasi sudah ada yang over value. Kejenuhan harga itu menjadikan penjualannya sedikit melambat," analisa Ali.
Namun dia optimsi bahwa industri properti masih akan terus positif. Pasalnya, saat harga rumah primer tinggi, maka konsumen akan mengalihkan membeli rumah sekunder. "Jadi tak perlu di kawatirkan untuk segmen komersial," tandas dia.
Survei harga properti residensial BI merupakan survei tiga bulanan yang dilaksanakan sejak triwulan I 1999 oleh bank sentral Indonesia. Dilakukan terhadap sampel kalangan pengembang properti di 12 kota yaitu Medan, Palembang, Bandar Lampung, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Manado, dan Makassar.
Wilayah Jabodetabek mulai disurvei pada triwulan I 2002, dan pada triwulan I 2004 ditambah Pontianak sehingga menjadi 14 kota. Total responden yang disurvei mencakup 45 pengembang utama di Jabodetabek dan Banten dan sekitar 215 pengembang di 13 kantor Bank Indonesia. Istilah rumah kecil dalam survei ini merujuk pada rumah dengan tipe di bawah 36 meter persegi. Sedangkan rumah tipe menengah dalam rentang 36 - 70 meter persegi, dan rumah tipe besar dengan ukuran di atas 70 meter persegi. (aan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BI Batasi Hadiah untuk Nasabah
Redaktur : Tim Redaksi