“Apalagi saat ini mengalami trek, yang membuat hasil panen mengalami penurunan , tidak seperti biasanya, ‘‘ keluh salah seorang petani di Bungo, Maryono.
Petani sawit di kabupaten Batanghari juga demikian. Mereka menyampaikan, saat ini sulit panen. Pasalnya, antara biaya panen dan hasil panen tidak sesuai.
‘’Harganya turun sekali, kita nggak kuat mau memanenkan sawit,’’ ucap petani itu, Redo.
Penurunan harga sawit ini memang sudah cukup lama berlangsung. Meski kondisi krisis ekonomi di Eropa sudah membaik, harga sawit juga masih turun. Ketua DPW Apkasindo Jambi, Muhammad mengatakan, harga sawit memang menurun drastis.
“Minggu ini, harga sawit non plasma hanya Rp 700 hingga 600 rupiah. Kalau harga plasma masih Rp 1.200,” tandasnya.
Dengan penurunan itu, Dia menyarankan agar Petani Non plasma atau petani sawit yang bukan dibawah naungan perusahaan, agar bisa bergabung dan bekerjasama dengan Perusahaan Kelapa Sawit (PKS).
“Kalau mereka bekerjasama, setidaknya harga tidak jatuh,” ujarnya.
Dia memperkirakan, harga sawit semakin menurun. “Kalau harga pecah dari 1000, kita kasihan dengan petani,” kata dia. Untuk itu, diakuinya, belum lama ini, Apkasindo sudah menghadap gubernur Jambi untuk membahas penurunan harga sawit.“Kita tidak bisa menyalahkan semua pihak dalam maslah ini,” tandasnya.
Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Jambi, Tagor Mulya juga mengatakan bahwa, penggunaan dari produksi sawit memang menurun. Dengan menurunnya penggunaan minyak Kelapa sawit itu, tentunya, perusahaan-perusahaan pengelolaan sawit juga menurunkan produksinya. “Kita contohkan di China dan Thailand. Mereka telah menurunkan produksinya,” ujarnya.
Meskipun demikian, suplai sawit makin naik. Sehingga, menumpuk di perusahaan. Khusus untuk Jambi, ada beberapa factor yang menambah turunya harga Sawit itu. Sehingga, minyak-minyak sawit Jambi tertahan. Perusahaan hanya membeli secukupnya.
Lantas, apa langkah yang harus dilakukan oleh Pemerintah - menurut tagor, kasus ini adalah pelajaran bagi Provinsi Jambi. “Kita akan memperbanyak tangki timbun, apakah di pelabuhan ataukah di pabrik-pabrik. Saat ini, pabrik juga kebingungan,” ujarnya.
Kedepan, pemerintah akan berkoordinasi dengan pabrik-pabrik agar mereka memperbanyak tangki-tangki timbun. Dalam satu tahun, produksi sawit di Jambi mencapai 1,400 juta ton.
Pengamat Ekonomi Jambi, Pantun Bukit mengatakan, dalam masalah yang seperti ini, pemerintah harus ada solusi yang digagas. Misalnya, yakni melakukan intervensi harga sembako sehingga daya beli masyarakat tidak menurun. Selain itu, pemerintah harus lebih tepat memberikan subsidi. “Jangan hanya mengalokasikan anggaran mobil yang banyak, sementara subsidi ke petani kurang,” paparnya.
Ia mencontohkan, subsidi itu bisa berupa pemberian pupuk, bibit atau kebutuhan petani lainnya. Kemudian, lanjutnya, pemerintah bisa mengalokasikan kredit untuk petani. “Sehingga petani tetap melakukan usaha pertaniannya. Tolong jangan lupakan petani,” ujarnya.
Dari Tanjabtim dilaporkan, Aris, salah seorang petani sawit di Kecamatan Geragai Kabupaten Tanjab Timur mengatakan, harga saat ini masih jauh dari harapannya. Karena belum lagi biaya untuk perawatan pupuk. "Dibilang rugi ya masih rugi," keluhnya.
Terpisah, Kadis Kehutanan dan Perkebunan Tanjab Timur, Zaenal Arifin mengungkapkan penurunan harga sawit terjadi karena kapal pengangkut TBS sawit di Provinsi Jambi tidak bisa merapat akibat pendangkalan sungai. "Mudah-mudah dengan musim hujan ini kapal tersebut bisa kembali merapat untung mengangkut TBS," ungkapnya.
Sementara itu, salah seorang petani di Tebo Tumiran mengatakan saat ini yang menjadi keluhan mereka adalah jalan yang rusak. Hanya saja saat ini yang menjadi keluhan adalah akses jalan untuk menuju keperkebunan, karena saat ini curah hujan mulai meningkat. ( cr8/fth/yos/fad/)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Diminta Awasi Harga Sapi
Redaktur : Tim Redaksi