JAKARTA - Turbulensi perekonomian global telah merontokkan harga minyak kelapa sawit di pasar internasional. Tahun ini, harga salah satu komoditas andalan Indonesia ini diproyeksi membaik.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengatakan, recovery perekonomian global akan mendorong perbaikan harga minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO). "Semester ke dua tahun ini diproyeksi akan mulai naik," ujarnya kepada Jawa Pos usai seminar INDEF di Jakarta, Kamis (21/2).
Menurut Fadhil, pergerakan harga minyak kelapa sawit di pasar internasional saat ini sering bergerak liar karena faktor supply and demand tidak lagi dominan dalam penentuan harga. "Saat ini, harga lebih banyak ditentukan oleh sentimen perekonomian global," katanya.
Fadhil menggambarkan, pada 2011, rata-rata harga CPO di pasaran dunia mencapai kisaran USD 1.119 per ton. Namun, pada 2012, harga sudah jatuh di kisaran USD 800 per ton. "Tahun ini, harga CPO di semester pertama diproyeksi di kisaran USD 800 - 900 per ton, pada semester ke dua kemungkinan akan naik sedikit ke kisaran USD 900 - 1.000 per ton," ucapnya.
Selain faktor lesunya perekonomian, harga CPO di pasar internasional juga tertekan karena kebijakan Malaysia melalui penurunan pajak ekspor untuk melepas cadangan CPO mereka yang pada Desember 2012 lalu menyentuh rekor 2,63 juta ton.
Menurut Fadhil, langkah Malaysia tersebut berpengaruh pada kinerja ekspor CPO asal Indonesia di pasar internasional. Sebab, dengan pajak ekspor di kisaran 9 persen, harga CPO Indonesia menjadi lebih mahal dibanding CPO asal Malaysia. "Kami dari kalangan usaha sudah mengusulkan agar pajak ekspor diturunkan supaya CPO kita bisa bersaing dengan Malaysia, tapi belum direspons pemerintah," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, pada Oktober 2012 lalu Malaysia menurunkan pajak ekspor CPO dari 23 persen menjadi progresif 4,5 - 8,5 persen. Namun, mulai Januari, tarif diturunkan lagi menjadi 0 persen. Rencananya, mulai Maret nanti, tarif akan kembali ke level 4,5 persen, seiring dengan mulai naiknya harga CPO.
Sebagai produsen terbesar CPO dunia, Indonesia memang bersaing ketat memperebutkan pasar ekspor dengan Malaysia sebagai produsen terbesar ke dua dunia. Fadhil mengatakan, permintaan dari India yang selama ini menjadi pasar ekspor terbesar CPO Indonesia kini juga mulai turun seiring kinerja perekonomiannya yang kurang menggembirakan.
"Karena itu, sekarang Indonesia mulai membidik pasar nontradisional seperti Nigeria dan negara-negara Amerika Latin," sebutnya.
Wakil Ketua Komisi Tetap Perkebunan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Teguh Patriawan menambahkan, dalam kondisi normal, permintaan CPO di pasar internasional terus naik sekitar 3 juta ton per tahun. "Jadi, ke depan, prospek industri sawit masih akan bagus," ujarnya. (owi)
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengatakan, recovery perekonomian global akan mendorong perbaikan harga minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO). "Semester ke dua tahun ini diproyeksi akan mulai naik," ujarnya kepada Jawa Pos usai seminar INDEF di Jakarta, Kamis (21/2).
Menurut Fadhil, pergerakan harga minyak kelapa sawit di pasar internasional saat ini sering bergerak liar karena faktor supply and demand tidak lagi dominan dalam penentuan harga. "Saat ini, harga lebih banyak ditentukan oleh sentimen perekonomian global," katanya.
Fadhil menggambarkan, pada 2011, rata-rata harga CPO di pasaran dunia mencapai kisaran USD 1.119 per ton. Namun, pada 2012, harga sudah jatuh di kisaran USD 800 per ton. "Tahun ini, harga CPO di semester pertama diproyeksi di kisaran USD 800 - 900 per ton, pada semester ke dua kemungkinan akan naik sedikit ke kisaran USD 900 - 1.000 per ton," ucapnya.
Selain faktor lesunya perekonomian, harga CPO di pasar internasional juga tertekan karena kebijakan Malaysia melalui penurunan pajak ekspor untuk melepas cadangan CPO mereka yang pada Desember 2012 lalu menyentuh rekor 2,63 juta ton.
Menurut Fadhil, langkah Malaysia tersebut berpengaruh pada kinerja ekspor CPO asal Indonesia di pasar internasional. Sebab, dengan pajak ekspor di kisaran 9 persen, harga CPO Indonesia menjadi lebih mahal dibanding CPO asal Malaysia. "Kami dari kalangan usaha sudah mengusulkan agar pajak ekspor diturunkan supaya CPO kita bisa bersaing dengan Malaysia, tapi belum direspons pemerintah," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, pada Oktober 2012 lalu Malaysia menurunkan pajak ekspor CPO dari 23 persen menjadi progresif 4,5 - 8,5 persen. Namun, mulai Januari, tarif diturunkan lagi menjadi 0 persen. Rencananya, mulai Maret nanti, tarif akan kembali ke level 4,5 persen, seiring dengan mulai naiknya harga CPO.
Sebagai produsen terbesar CPO dunia, Indonesia memang bersaing ketat memperebutkan pasar ekspor dengan Malaysia sebagai produsen terbesar ke dua dunia. Fadhil mengatakan, permintaan dari India yang selama ini menjadi pasar ekspor terbesar CPO Indonesia kini juga mulai turun seiring kinerja perekonomiannya yang kurang menggembirakan.
"Karena itu, sekarang Indonesia mulai membidik pasar nontradisional seperti Nigeria dan negara-negara Amerika Latin," sebutnya.
Wakil Ketua Komisi Tetap Perkebunan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Teguh Patriawan menambahkan, dalam kondisi normal, permintaan CPO di pasar internasional terus naik sekitar 3 juta ton per tahun. "Jadi, ke depan, prospek industri sawit masih akan bagus," ujarnya. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Buah Impor Melejit
Redaktur : Tim Redaksi