jpnn.com, JAKARTA - Para petani sawit di sejumlah daerah kini tengah meratapi nasib getir imbas anjloknya harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit.
Diketahui, pasca-adanya larangan kebijakan ekspor harga TBS terus terjun bebas.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Masih Lesu, tetapi Jangan Galau, Ingat Pesan Pak Luhut
Anggota DPR RI Darmadi Durianto mengaku ikut prihatin atas kondisi para petani sawit yang tengah menghadapi gejolak harga TBS yang tak menentu.
“Tentu kami sebagai wakil rakyat prihatin atas kondisi tersebut. Kami mendorong agar pemerintah turun tangan memperhatikan kondisi para petani sawit kita,” ujar anggota Komisi VI DPR RI itu kepada wartawan, Jumat (17/6/2022).
BACA JUGA: Waduh! Harga TBS Sawit Turun di Semua Pabrik, Ada Apa?
Darmadi juga mengaku khawatir jika kondisi petani sawit tidak segera diselamatkan maka akan berdampak cukup signifikan.
“TBS berlimpah tetapi pada busuk karena ketidakpastian pasar. Petani kita menjerit dengan kondisi semacam ini tentu saja karena TBS milik mereka hanya jadi barang yang tak bernilai ujungnya,” ujar Darmadi.
BACA JUGA: Soal Panja Investasi BUMN, Darmadi: Bentuk Tanggung Jawab Kepada Publik
Tak hanya itu, kata dia, jika kondisi petani sawit terus dihadapkan ketidakpastian maka akan berdampak ke hal lainnya.
"Ekonomi keluarganya akan terimbas. Pengangguran bisa meningkat karena mereka tidak lagi tertarik menanam sawit jika harga jual tidak menutup ongkos produksi mereka," tegas Darmadi.
Darmadi menyarankan agar pemerintah segera membuat regulasi yang bisa mengatasi persoalan ini.
"Regulasi harus segera dibuat sebagai wujud keberpihakan pemerintah terhadap para petani kita, Pemerintah harus lindungi para petani sawit kita. Jangan sampai terkesan jika urusan dengan pengusaha semua diakomodir tetapi untuk wong cilik Pemerintah terlihat ogah-ogahan," tegasnya.
Diketahui, kata dia, pasca adanya larangan ekspor CPO beberapa waktu lalu harga TBS mulai jatuh.
"Jatuh karena pasokan berlimpah sementara pabrik penampung TBS petani sawit tidak berani ambil. Tidak berani ambil karena pembeli tidak ada. Pembeli kan mengalihkan permintaannya ke negara lain seperti China, India pasca adanya larangan kebijakan ekspor CPO," jelasnya.
Oleh karenanya, Darmadi kembali mendorong agar pemerintah segera ambil langkah taktis dan terukur menyiasati kondisi ini.
"Pemerintah perlu pikirkan pangsa pasar lain yang belum diambil negara lain. Pasokan yang berlimpah ini harus segera dicarikan pasarnya jangan sampai menumpuk dan busuk tanpa ada kejelasan. Kasihan para petani kita," lirih dia.
Darmadi menambahkan, jika berkaca pada data Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor minyak kelapa sawit terjun bebas hingga berada di level 87,72 persen.
"Prosentase itu terjadi imbas adanya kebijakan larangan ekspor dibarengi rendahnya permintaan dari negara-negara yang biasa menggunakan produk sawit dan turunannya itu dari kita. Sekali lagi saya kira pemerintah harus segera ambil langkah cepat dan terukur sikapi kondisi ini agar petani kita bangkit," tegasnya.
Adapun solusi lainnya, Darmadi menyarankan agar pemerintah menaikkan kuota flushing out (percepatan penyaluran ekspor) dengan kuota yang tadinya hanya 1 juta ton harus dinaikkan jadi 2 juta ton.
"Terus biaya flushing out diturunkan dari 200 USD/ton menjadi 100 USD/ton sehingga harga TBS ditingkat petani bisa naik. Saya kira ini solusi moderat," saran dia.
Terakhir, Darmadi meminta Pemerintah merekonstruksi regulasi dan industri sektor kelapa sawit dalam menghadapi situasi semacam ini.
"Harus segera dilakukan untuk selamatkan nasib para petani sawit kita," tegas Darmadi.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari