jpnn.com, JAKARTA - Polri pada 1 Juli 2021 ini memperingati hari jadinya yang ke-75, usia yang semakin dewasa, dan makin mencerminkan tindakan yang semakin “PRESISI”, demokratis, dan humanis.
Setiap kebijakan Polri harus memuat nilai-nilai luhur dalam penghormatan dan perlindungan terhadap keberagaman warga negara, penghargaan HAM, keterbukaan, akuntabilitas, dan kepatuhan pada hukum.
BACA JUGA: HUT Bhayangkara, Presiden Minta Polri Jangan Lengah di Tengah Pandemi
Demikian dikatakan oleh Ir Djuni Thamrin, M.Sc, Ph.D, seorang pengamat kebijakan publik dan Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat serta Publikasi (LPPMP) Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
"Polri sudah seharusnya makin bersikap Netral menjaga keamanan dan ketertiban sosial, seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Kepolisian Indonesia, UU No. 2 Tahun 2002. Polri semakin profesional dengan jargon PRESISI-nya telah memantapkan kedudukan dan peran Polri sebagai organ negara untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan dan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat yang menjunjung tinggi hak asasi manusia," ungkap Djuni Thamrin, Kamis (1/7).
BACA JUGA: Didik: Polri Harus Lepas dari Kepentingan Elite
Bahwa beberapa waktu yang lalu Polisi masih dituduh melakukan kriminalisasi ulama dan menyudutkan Islam adalah tidak benar.
"Sekali pun ulama tetapi melakukan tindakan melanggar hukum, ya harus dikenakan sanksi," imbuh dia.
BACA JUGA: HUT ke-75 Polri, Ini Sejumlah Permintaan Novel Bamukmin
Kepolisian merupakan institusi sipil negara yang diberikan kewenangan menggunakan kekerasan untuk menegakan hukum dan mengatur tertib sosial.
Lebih jauh dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Polri harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak mana pun, yakni yang dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
"Benar Polri mengawal program-program pemerintah dalam membangun bangsa ini. Dalam masa Pandemi Covid 19 ini, Polri telah membuktikan bahwa mereka sangat konsern untuk membantu Pemerintah RI menangani para penderita Covid 19 yang semakin meningkat itu," terang Kepala LPPMP Ubhara Jaya itu.
HUT Polri yang ke-75 ini setelah Kapolri pertama, Raden Said Soekanto, sekaligus sebagai kapolri terlama (menjabat 14 tahun sejak 1945-1959), semakin menunjukkan kerja-kerja profesional dalam penegakan hukum dan pelayanan publik.
Bagi Polri, hukum tidak sekedar untuk mewujudkan ketertiban, lebih dari itu hukum harus memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Hukum tidak dengan sendirinya akan melahirkan keadilan akan tetapi untuk tercapainya keadilan, hukum harus ditegakkan.
"Sistem penegakan hukum yang mempunyai nilai-nilai yang baik adalah menyangkut penyerasian antara nilai dengan kaidah serta dengan perilaku nyata manusia," jelas Djuni Thamrin lebih lanjut.
Peran Polri sebagai penegak hukum dalam integrated criminal justice system yang adil setidaknya ada tiga hal yang harus dipenuhi.
Pertama, Polri dalam melakukan pencegahan tindak pidana, harus dijalankan dengan menegakan norma hukum dengan cara mengayomi seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi.
Kedua, Polri juga melakukan upaya untuk memasyarakatkan norma hukum dengan mengadakan pembinaan yang optimal.
Ketiga, Polri dalam menyelesaikan konflik yang terjadi, harus menggunakan metode kepolisian yang meminimalkan korban, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
Sehingga Polri dapat menelesaikan konflik tanpa muncul terjadinya konflik yang lebih luas dan lebih besar lagi. Polri harus dapat menyelesaikan potensi konflik sebelum meletus menjadi konflik terbuka.
"Kita saksikan banyak kejadian yang tertangkap kamera para nitizen yang harus mendahulukan persuasi dan dialog dalam penanganan pelanggar hukum, sebelum tindakan tegas dijalankan. Bahkan, tidak sedikit para pengguna jalan misalnya justru memarahi petugas polisi lalu lintas yang mencoba memperingakan mereka yang melanggar aturan lalu lintas," ucap Djuni.
Lebih jauh, Djuni Thamrin menjelaskan bahwa di Indonesia yang masyarakatnya sangat majemuk dan beraneka, baik dari komponen agama, etnik dan suku, ras dan antargolongan, peran polisi yang tidak memihak menjadi penting.
Pilihan posisi tersebut sangat strategis untuk mengatasi bahaya laten bagi pepecahan dan konflik sosial jika manajemen pembangunan yang diterapkan pada masa tersebut tidak tepat. Kelompok mayoritas biasanya merupakan kelompok yang mempunyai demand yang lebih banyak dan intensif.
Dalam kondisi di mana tekanan mayoritas menuntut hal yang berlebih, Polri dapat menjalankan fungsi sebagai mediator, negosiator, peace keeping officer yang profesional dan proporsional.
"Saat kini kemampuan Polri untuk menjawab demand mayoritas dengan mengemukakan hukum yang berlaku dan menyelesaikan konflik secara cepat, komprehensif, dan tuntas sesuai akar masalahnya, sehingga tidak berlarut-larut berkembang ke tahapan yang lebih tinggi dan memunculkan konflik susulan telah terlihat," ujar Kepala LPPMP Ubhara Jaya ini.
Selamat HUT Polri ke-75, semoga masa depan bangsa, ketertiban sosial dan rasa aman segenap warga negara makin meningkat. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil