jpnn.com, JAKARTA - Hari Juang Kartika TNI Angkatan Darat adalah momen spesial bagi Korps Infanteri TNI AD. Pasalnya, setiap 15 Desember itu menjadi hari untuk mengenang Pertempuran Ambarawa.
Dalam rangka memperingati Hari Juang Kartika (sebelumnya bernama Hari Infanteri) berbagai kegiatan telah dilaksanakan secara serentak untuk mengenang perjuangan Jenderal Soedirman.
BACA JUGA: Restu Hapsari: Kader dan Caleg Harus Proaktif dan Progresif
"Sejak TK Tunas Muda dan SD IKKH di Komplek Hankam Slipi saya penggemar berat literatur sejarah ABRI/TNI. Menurut saya, kaum milenial perlu memahami pentingnya Sejarah Juang Kartika atau Hari Infanteri. Jangan pernah melupakan sejarah dan perjuangan para pahlawan," ungkap Ketua Umum Pengurus Besar Pengusaha Berkarya Rahmat SH dalam rangka Hari Juang Kartika atau Hari Infanteri ke-73, Minggu (16/12).
Dia menambahkan, saat ini Indonesia mengalami kondisi darurat dalam hal menjaga kedaulatan rakyat. Kalau dahulu, kata dia, Belanda menjajah Indonesia karena kekayaan alamnya.
BACA JUGA: Amir Uskara: Caleg Petahana Lebih Berpeluang Terpilih
Demikian juga sekarang. Daya tarik Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia, membuat Indonesia dibanjiri iming-iming pinjaman dari kreditur asing. "Saya kira sudah sejak 2014, sampai hari ini," ucap pria yang juga Caleg DPR Partai Berkarya Dapil Sumsel II itu.
Rahmat mengatakan, jika berkaca pada sejarah, maka sebenarnya Indonesia bisa terlepas dari jerat kreditur asing. Sejarah mencatat, kejadian yang membuat Indonesia marah diawali saat Belanda memasang benderanya di Ambarawa.
BACA JUGA: 70 Persen Caleg DPR Berdomisili di Jakarta
Insiden lain terus berlanjut, pemuda Indonesia mulai mengambil sikap dengan menyerang tentara Belanda. "Pemuda Indonesia juga bahkan mengambil alih penyimpanan senjata milik Jepang yang dikuasai Belanda," paparnya.
Karena situasi memanas, pada 20 Oktober 1945, kapal HMS Grenroy milik Inggris merapat di Pelabuhan Semarang. Inggris mendaratkan satu batalyon tentara elite Gurkha yang memiliki pengalaman tempur.
Mereka diperkuat dengan brigade artileri dan bantuan belasan pesawat terbang serta kapal penyerang HMS Sussex.
"Tapi kala itu Indonesia tak gentar. Tiga batalyon dari Resimen Kedu, enam dari Purwokerto, tujuh dari Jogjakarta, satu resimen gabungan dari Solo, dan empat Balalyon Divisi Salatiga diturunkan," cerita pria yang hobi mengoleksi lukisan itu.
Kekuatan ditambah dengan laskar rakyat yang semakin menambah daya gedor pasukan Indonesia. Pada 11 Desember 1945, Panglima Besar Jenderal Sudirman yang kala itu masih berpangkat Kolonel mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar.
"Kehadiran Jenderal Besar Sudirman ke Ambarawa (selain Sudirman, Haji Muhamad Soeharto juga Jenderal Besar bintang lima) bertujuan membangkitkan semangat TKR dan rakyat setelah gugurnya Letkol Isdiman pada pertempuran sebelumnya," tuturnya.
Pasukan TKR, lanjutnya, bertempur habis-habisan melawan tentara Sekutu yang diperkuat pasukan Gurkha. Kolonel Sudirman memerintahkan TKR untuk secepat mungkin mengusir Sekutu bersama Belanda keluar dari Ambarawa.
Pada 12 Desember 1945 sekitar pukul 04.00, pertempuran di Ambarawa berkobar. Serangan dilakukan serentak dan mendadak dari semua sektor secara berlapis.
"Taktik ini disebut oleh Sudirman sebagai taktik Supit Urang atau taktik mengunci atau mengurung lawan. Akibat serangan ini, pasukan Sekutu benar-benar terkunci lantaran suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya di Semarang putus sama sekali," ungkapnya lagi.
Ungaran dibombardir oleh pesawat Sekutu agar bisa membuka jalan bagi pasukannya agar bergerak bebas ke berbagai penjuru. Bahkan, serangan udara diperluas sampai Solo dan Jogjakarta.
Semangat TKR dan laskar rakyat Indonesia tetap berkobar hingga pada akhirnya mampu mengusir pasukan musuh dari Ambarawa. Perlawanan yang diberikan oleh rakyat Indonesia memberikan pelajaran bahwa sesuatu yang dilakukan dengan bersama-sama akan mendapatkan hasil yang maksimal. Benar saja, lanjut dia, pada 15 Desember 1945, akhirnya sekutu mundur ke Semarang, dan Ambarawa benar-benar bisa direbut kembali. TKR membuktikan dirinya bahwa mampu memukul mundur meski tak memiliki persenjataan sehebat musuh.
"Sehingga dengan demikian strategi dan taktik pemenangan ini berhasil diterapkan karena semangat juang infanteri yang tinggi," tegasnya. Maka itu, semangat juang itu juga masih relevan diterapkan pada kondisi bangsa saat ini. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sejumlah Bakal Calon DPD Pindah jadi Caleg DPR
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad