Hari Pahlawan, Kisah Jalan Slamet Riyadi Simbol Kebanggaan Wong Solo pada Pemuda Hero

Rabu, 10 November 2021 – 22:46 WIB
Jalan Slamet Riyadi di Surakarta. Foto: Romensy Augustino/JPNN.com

jpnn.com - Jalan Slamet Riyadi di Surakarta, Jawa Tengah, sudah menjadi ikon yang melekat dengan kota yang juga dikenal sengan sebutan Solo itu.

Membentang mulai Pasar Kleco hingga Bundaran Gladak, Jalan Slamet Riyadi adalah jalur utama masuk ke Kota Surakarta dari arah barat.

BACA JUGA: Hari Pahlawan, Ini Sejarah Nama Jalan Margonda di Depok

Setiap pagi, ribuan kendaraan bermotor roda dua maupun empat, bahkan rangkaian gerbong kereta api melintasi jalan yang namanya diambil dari asma pahlawan nasional itu.

Menurut Ketua Komunitas Solo Societeit Dani Saptoni, sosok Brigjen Anumerta Ignasius Slamet Riyadi merupakan kebanggaan warga Surakarta.

BACA JUGA: Kok di Jalan Slamet Riyadi Solo Jadi Banyak Hotel?

“Berita gugurnya beliau di Ambon tahun 1950 sangat mengena bagi masyarakat Solo dan memberikan animo yang begitu besar terhadap sosok Slamet Riyadi,” ujar Saptoni dalam perbincangan dengan JPNN.com.

Dani menegaskan tidak ada unsur politis dalam penyematan nama Slamet Riyadi pada jalan yang melewati bagian utara Kompleks Taman Sriwedari itu.

BACA JUGA: Hari Pahlawan, Gibran ke TMP Naik Innova, Mobil Dinasnya Dipakai Bu Ketua PKK

Menurutnya, penyematan nama Slamet Riyadi sebagai bentuk murni apresiasi warga Solo kepada sosok pemuda pemberani yang meninggal di usia 23 tahun tersebut.

Nama Slamet Riyadi telah menggantikan sebutan untuk Purwosari Weg sebelum 1952. Weg merupakan kata dalam bahasa Belanda yang dipadankan dengan jalan.

Kala itu Purwosari Weg bukanlah jalan utama di Surakarta. Sebab, saat itu yang menjadi jalan utama ialah Jl. Dr. Radjiman di sebelah utara Pasar Klewer. Kini, jalan itu bernama Jl. Dr. Radjiman.

Seiring waktu, Jl. Slamet Riyadi menggantikan fungsi Jl. Dr. Radjiman sebagai jalan utama.

“Pada era kemerdekaan, sekitar tahun 1950-an, kemungkinan 1951 atau 1952, nama Purwosari Weg berganti menjadi Slamet Riyadi," tutur Dani.

Saat itu Slamet Riyadi belum dinobatkan sebagai pahlawan. "Slamet Riyadi ini baru diberi gelar Pahlawan Nasional pada 2007," jelasnya.

Ada alasan khusus yang mendasari Pemkot Surakarta kala itu mengganti nama Purwosari Weg menjadi Jalan Slamet Riyadi.

Dani mengatakan Kasunanan Surakarta waktu itu membangun sarana transportasi trem kuda yang menghubungkan Solo dengan Boyolali. Intensitas aktivitas warga yang keluar masuk Surakarta juga lebih banyak melalui jalan itu.

“Di beberapa foto lama yang ada di arsip komunitas Solo Society, dahulu itu berupa jalan tanah ada aspal tetapi sedikit. Kemudian ada trem kuda yang sekarang relnya dipakai oleh PT KAI menjadi jalur kereta api Solo-Wonogiri,” tutur Dani.

Seiring makin banyaknya masyarakat yang menggunakan Jl. Slamet Riyadi, pemerintah pun melebarkannya. Namun, hal itu berdampak pada hilangnya beberapa artefak peninggalan pemerintah kolonial Belanda.

Dani menajelaskan salah satu artefak yang hilang di Jalan Slamet Riyadi alah jalur trem. Jalur itu terputus dari rel bengkong Purwosari.

“Sekitar tahun 2008 atau 2009 itu ada proyek pelebaran jalan. Waktu penggalian itu masih ada relnya sampai ke arah Gumpang, lalu ada belokan,” pungkasnya.(mcr21/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur : Antoni
Reporter : Romensy Augustino

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler